KENDARI, SULTRAGO.ID – Lembaga Advokasi Tambang (LAntang) Sulawesi Tenggara (Sultra) mendesak Pemerintah Daerah bersama Pemerintah Pusat segera bertindak mengatasi persoalan di wilayah pertambangan Blok Mandiodo, Kabupaten Konawe Utara (Konut), Sulawesi Tenggara (Sultra).
Koordinator LAntang Sultra Ahmad Manaf menilai, akibat tidak adanya ketegasan pemerintah, aktivitas penambangan ilegal akan terus terjadi di kawasan yang menjadi konsesi Izin Usaha Pertambangan (IUP) milik PT. Aneka Tambang (Antam) Tbk.
Disebutnya, di atas wilayah IUP PT. Antam terdapat pula 11 IUP yang sebelumnya dikeluarkan Bupati Konut, yaitu, PT. Sriwijaya Raya, PT. Sangia Perkasa Raya, PT. KMS 27, PT. Jafar Indotech, PT. James Armando Pundimas, PT. Malibu, PT. Mughni Energi Bumi, PT. Rizki Cahaya Makmur, CV. Ana Konawe, PT. Avry Raya dan PT. Wanagon Anoa Indonesia.
Di lapangan, kata Manaf, eksistensi 11 IUP tersebut kian hari makin marak dan tak terbendung. Padahal sebelumnya Bareskrim Polri telah turun lapangan melakukan penindakan.
“Dengan adanya aktivitas penambangan ilegal jelas sangat merugikan PT. Antam dan keuangan negara,” ujar Manaf, Minggu (27/9).
Ia memaparkan, putusan PTUN Nomor 225K/TUN/2014 telah menetapkan beberapa hal. Pertama, membatalkan seluruh IUP yang diterbitkan oleh Penjabat Bupati Konut yang tumpang tindih dengan wilayah IUP PT. Antam di Konut.
Kedua, menghentikan semua aktivitas penambangan perusahaan lain, selain perusahaan PT. Antam. Selanjutnya, memerintahkan kepada perusahaan lain, selain PT. Antam menarik semua peralatan pertambangan di wilayah IUP PT. Antam (Persero) di Konut.
Dengan adanya putusan itu, Manaf menegaskan, harusnya pemerintah melarang 11 perusahaan pemegang IUP untuk melakukan aktivitas di wilayah konsesi PT. Antam.
“Namun hal itu tidak dilakukan. Jadi patut diduga ada pembiaran oleh pemerintah daerah karena tidak menindak lanjuti putusan hukum yang memenangkan pihak PT. Aneka Tambang (Persero) Tbk,” tegasnya.
Disisi lain, Manaf menambahkan, kondisi dilema terlihat dari posisi PT. Antam. Sebab perusahaan plat merah itu justru mendapat penolakan yang begitu besar dari masyarakat lingkar tambang Blok Mandiodo. Alasannya, konsesi PT. Antam yang puluhan ribu hektar selama ini tidak dikelola sehingga masyarakat lebih berpihak kepada beberapa perusahaan yang melakukan aktivitas di konsesi tersebut.
“Dengan aktivitas beberapa perusahaan yang kerja di konsesi PT. Antam, maka ribuan tenaga kerja masyarakat lingkar tambang bisa diberdayakan. Lahan mereka diganti rugi, perputaran ekonomi meningkat dan lainnya,” terang Manaf.
Untuk itu, pihaknya meminta Pemerintah Pusat dalam hal ini Kementerian Investasi, Kementerian BUMN dan Pemda Konut segera mengambil langkah kongkrit menghentikan aktivitas tambang 11 IUP.
“Karena selama mereka beraktivitas telah merugikan PT. Antam dan negara yang ditaksir bisa mencapai triliunan rupiah. Belum lagi dampak kerusakan lingkungan yang ditimbulkannya,” beber Manaf.
Selain itu, Pemerintah diminta mediasi PT. Antam agar dapat bekerja sama pihak swasta lokal sehingga dapat melakukan aktovitas penambangan di wilayah konsesinya.
“Agar masyarakat lingkar tambang yang berada di Blok Mandiodo dan sekitarnya bisa tetap bekerja, pemberdayaan ekonomi meningkat, dan ada pemasukan pendapatan Negara,” pungkasnya.