Oleh: Hendrawan
Tujuh pulu tujuh tahun sudah Indonesia merdeka, dengan berbagai macam kisahnya yang tertulis dalam sejarah untuk dikenang dan dijadikan pelajaran agar semua tau betapa sulitnya memperjuangkan tanah air tercinta.
Indonesia sejak kemerdekaannya telah melewati berbagai macam bentuk permasalahan, tantangan, dan misteri hilangnya nyawa disetiap eranya hingga mencapai era Demokrasi.
Konsep Demokrasi jika di aktualisasikan sesuai dengan konsepnya, seharusnya menciptakan masyarakat sejahtera dan berkeadilan sosial. Akan tetapi dalam penerapannya ternyata mengalami masalah serius yang mengancam masa depan anak bangsa, yakni cengkraman oligarki yang semakin terasa.
Oligarki adalah sebuah struktur pemerintahan di mana kekuasaan berpusat hanya pada sekelompok kecil orang.
Melihat kondisi yang terjadi saat ini, sistem oligarki mulai menyusup ke dalam sistem demokrasi. Oligarki saat ini telah dirawat bagaikan malika oleh oknum birokrasi, sungguh sangat menghawatirkan yang dampaknya akan berimbas kepada masyarakat.
Bau menyengat permainan dalam merawat malika (Oligarki) sudah sangat terasa di berbagai sektor kehidupan seperti ekonomi, politik, hukum, yang saat ini berada dalam genggaman mereka.
Dalam prinsipnya, oligarki dan demokrasi sangat bertentangan. Penerapan prinsip keduanya tergantung siapa penguasa dan siapa yang memperoleh manfaat dari penguasa.
Maraknya praktik oligarki akan membuat masyarakat makin jauh dari kata sejahtera serta mewujudkan kemakmuran rakyat.
Pengaruh Pencitraan Di Media Sosial
Saya sepakat dengan kata Roki Gerung yang menyatakan pembohong terbesar saat ini adalah pemerintah dalam hal ini adalah Birokrasi, mengapa demikian? dengan kekuatan dan modal mereka bisa mengendalikan opini publik, agar sesuai dengan agenda dan kepentingan mereka.
Pemerintah saat ini dengan berbagai opini publik. Membuat rakyat dipaksa berpikir sesuai perspektif dan kepentingan mereka.
Demi memelihara agenda dan kepentingan, para oligarki kapitalis tentu saja akan berupaya terus mencengkram kekuasaan dan harus lebih dominan dengan berbagai tujuan yang tidak lain memperkaya diri sendiri atau kelompok kecilnya.
Kaum milenial saat ini akan merasakan dampak Kedepannya dan harus menanggung dan membayar perbutan yang telah dilakukan pendahulunya.
Dengan modal pencitraan diberbagai media sosial yang ada, sangat tak begitu sulit untuk Mempengaruhi kaum awam yang tidak mengetahui maksud dan tujuan terselubung.
Apatis terhadap perubahan
Meliat kondisi masyarakat saat ini sungguh tidak sulit bagi mereka untuk membedah mindset berpikir mereka. di tengah kondisi masyarakat saat ini yang tengah pasif dan tak peduli terhadap berbagai perubahan yang terjadi di sekelilingnya.
Mendekati Pemilihan Calon Legislatif masyarakat kebanyakan tidak sadar dengan kualitas mereka karena telah diperkuat oleh iming-iming jabatan yang mereka sendiri tak sadar bahwa mereka tak lebih dari sekedar alat untuk memecahkan suara persatuan.
Dalam perjalanannya nanti ia melewati berbagai macam tantangan dan komentar tajam yang akan membuatnya sadar bahwa ia tidak begitu diperhitungkan, yang kemudian memaksakan bertarung meski kemungkinan menang sangat kecil baginya.
Bertarung untuk kalah lebih tepat untuknya. Jiwa bersatu untuk membawa perubahan tidak pernah terbesik didalam pikirannya yang pada akhirnya menjadikannya minoritss dalam kelompok masyarakat sekitarnya.
Pada dasarnya dengan peraturan yang ada, seetiap masyarakat punya kesempatan untuk mencalonkan diri menjadi pemimimpin. Namun sadar diri bahwa kita sebagai alat untuk mengacaukan suara persatuan sangat penting untuk ditanamkan. Karena yang lebih mengetahui kualitas, mampu atau tidaknya kita adalah diri kita sendiri.
Jika yang tampil dan terpilih adalah sosok pemimpin dengan hanya modal pencitraan dan dari hasil manipulasi oligarki kapitalis melalui framing media, buzzer bayaran, maka apa yang bisa diharapkan bagi masa depan bangsa ini?
Seharusnya yang menjadi pemimpin bangsa yang besar ini. memenuhi unsur terpenting, seperti berkarakter, berkompeten, berkapasitas dan visioner.