Getir Perjuangan Istri Nelayan Wawonii Dalam Menopang Ekonomi Keluarga

KONKEP – Dia adalah Nanni (43), istri dari seorang nelayan yang tinggal di Desa Langara Tanjung Batu, Kecamatan Wawonii Barat, Kabupaten Konawe Kepulauan.

Ibu dari satu orang anak ini selalu membuka mata mendahului matahari dan memejam mata setelah seluruh anggota keluarganya tertidur lelap. Bukan tanpa alasan, namun ia menyadari betul kewajibannya sebagai ibu rumah tangga, harus menyiapkan sarapan, serta kebutuhan suami dan kedua anaknya yang masih duduk di bangku Sekolah Dasar.

Hal yang membanggakan, Nanni adalah wanita yang berprinsip tidak ingin membebankan usaha memenuhi kebutuhan keluarga kecilnya hanya dilakukan oleh suaminya seorang. Namun ia dengan setia selalu sang suami mengayuh perahu mencari ikan.

Mereka melaut menangkap ikan setiap hari dari pukul 06.30 sampai pukul 11.00. Setelah itu, Nanni akan memilah hasil tangkapan untuk dijual ke pasar, sedang sebagian sisanya akan ia masak untuk keluarga. Aktivitas ini rutin dilakukan setiap hari.

“Penghasilan kadang kurang, kadang juga penghasilan kisaran Rp200 ribu hingga Rp500 ribu per hari, tergantung cuaca dan rejeki,” ungkap Nanni, Selasa 30 Agustus 2022.

Perjuangan serupa juga dilakukan oleh Herlina (40), istri dari seorang nelayan yang juga tinggal di pesisir Desa Langara Tanjung Batu, Kecamatan Wawonii Barat. Herlina mengisahkan perihal aktivitas yang biasa ia kerjakan sehari-hari, Selain membantu suaminya menyiapkan perlengkapan melaut, ibu dari dua orang anak ini setiap harinya membuat makanan siap saji yang kemudian dijual melalui paltform media sosial berupa Facebook (FB). Melalui platform digital ini ia juga mejual hasil budidaya lobster sang suami.

“Saya beli ikan dan beberapa sayuran mentah, kemudian dimasak, selanjutnya dijual. Dalam sehari melalui penjualan ikan dan sayur, bersihnya saya dapat Rp 150 ribu per satu hari, Kalau ada hasil tangkapan ikan dari suami, itu selain dikonsumsi untuk keluarga sendiri, saya jual mentah pertusuk,” cerita Herlina.

Di waktu luang Herlina bersama istri-istri nelayan di lingkungannya sering melakukan aktivitas “meti-meti” alias mencari jenis biota laut seperti kerang yang dapat menjadi santapan di pinggiran pantai saat air laut mulai surut. Dan hasilnya pun akan dijual untuk menambah pendapatan dan memenuhi kebutuhan sehari-hari.

Pada umumnya para istri nelayan di Pesisir Pulau Wawonii melakukan hal serupa untuk membantu menopang perekomomian keluarga. Begitu halnya Linsah (49), istri nelayan yang tinggal di Desa Langkowala, Kecamatan Wawonii Barat yang sehari-hari berperan menjual hasil tangkapan suami dan mencari kerang saat air laut surut.

Namun, berbeda dengan istri-istri nelayan pada umumnya, ternyata Lisnah juga berjuang untuk meningkatkan perekonomian keluarga nelayan kecil di lingkungan tempat tinggalnya. Usaha itu ia lakukan sejak tahun 2019 lalu. Usaha itu ia lakoni melalui kelomopok program Pengelolaan Akses Area Perikanan (PAAP) Wawonii.

PAAP merupakan salah satu program Pemerintah Provinsi terkait pengelolaan perikanan skala kecil yang bertujuan menjaga kelestarian wilayah pesisir dan mendorong peningkatan pendapatan nelayan kecil dan tradsional.

Sebagai Kepala Divisi Pengenmbangan Ekonomi, Usaha Produktif dan Pemberdayaan Perempuan di kelompok nelayan itu, Lisnah aktif mengedukasi keluarga nelayan kecil dan nelayan tradisional terkait visi dalam meningkatkan pendapatan nelayan melalui kegiatan penangkapan ikan yang ramah lingkungan dan berkelanjutan.

Lisna dan kelompoknya juga telah merancang beberapa program untuk meningkatkan sumber daya manusia (SDM) nelayan baik laki-laki maupun perempauan, yaitu melalui kegiatan pelatihan kewirausahaan, pelatihan literasi keuangan, pelatihan pengolahan serta pelatihan pengembangan kelompok.

Selain itu juga merancang program untuk meningkatkan nilai tambah ekonomi perikanan melalui kegiatan pengolahan ikan, melakukan pemasaran ikan yang sederhana melalui pemasaran ikan yang terorganisir oleh lembaga, dan melakukan kerjasama dengan pembeli keluar daerah. Hal itu Lisna lakukan karena ia ingin menunjukkan bahwa perempuan mampu berkontribusi lebih serta terlibat aktiv memperjuangkan ekonomi keluarga dan masyarakat di lingkungan tempat tinggalnya.

“Saya dan kawan-kawan yang tergabung dalam PAAP berinisiatif untuk membuat perkembangan ekonomi sosial di masyarakat,” ujar Lisna.

Pada umumnya, sebagian besar masyarakat di Pulau Wawonii sehari-hari bekerja sebagai nelayan. Sebagian besar dari mereka masih tergolong nelayan kecil dan nelayan tradisional.

Menariknya, aktivitas menangkap ikan di Pulau Kelapa ini tidak hanya dilakukan oleh kepala keluarga. Namun, hampir semua ibu rumah tangga terlihat berperan aktif membantu pendapatan keluarga, baik dengan mendampingi suami melaut atau hanya sekedar mengelola dan menjual hasil tangkapan.

Pekerjaan yang dilakukan oleh perempuan di masa pra-panen dan pasca-panen juga tergolong cukup banyak, mayoritas perempuan nelayan bekerja lebih dari 17 jam dalam sehari dan sayangnya pekerjaan tersebut tidak diketahui.

Pekerjaan pra-panen bervariasi dari memperbaiki jaring, menyiapkan makanan dan logistik sebelum melakukan perjalanan. Sementara itu, kegiatan pasca-panen meliputi penanganan ikan, pengolahan hasil tangkapan hingga pemasaran ikan. Perempuan juga memainkan peran penting dalam rantai ekonomi perikanan melalui pembiayaan armada, pencatatan hasil tangkapan ikan serta pemasaran hasil tangkapan ikan.

Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *