Oleh: Nizar Fachry Adam SE ME (Pengamat Ekonomi)
Ada beberapa masalah terkait tata ruang di Kota Kendari yang tidak sesuai dengan Rencana Tata Ruang dan Wilayah (RTRW) kota tahun 2010-2030 sebagaimana tertuang dalam Perda Nomor 1 Tahun 2012. Ini menyangkut kesiapan daerah, pengaturan ruang dan pola ruang kota, carut marutnya pembangunan dan semberautnya penataan kota, membuat beberapa kondisi daerah menjadi kaku dan tidak efesien.
Perda Nomor 1 Tahun 2012 telah mengatur sedemikian rupa terkait pola dan penataanya melalui zonasi. Namun setelah berjalan kurang lebih 9 tahun, sebanyak 2,8 persen pembangunan tidak sesuai peruntukannya.
Pertama, terkait zona pengembangan pemukiman (real estate dan pengembangan perumahan) Kecamatan Kambu, Poasia, dan Abeli, dimana kawasan hutan produksi mengalami ahli fungsi kawasan tanpa penurunan status. Kedua, fungsi kawasan Tahura Murhum daerah Kecamatan Kendari dan Kendari Barat juga beralih fungsi sebesar 1,2 persen.
Ketiga, di Daerah Kecamatan Nambo, yaitu terkait pengelolaan lokasi pengelolaan pasir yang menjadi permasalahan dengan tidak diberikan ruang dan tetap saja melakukan aktivitas pertambangan galian yang merusak Daerah Aliran Sungai (DAS). Ini jelas melanggar RTRW kawasan.
Keempat, pengembangan Taman Perkebunan Kota Kendari dan Pembangunan SUTET juga melanggar ketentuan dengan pembangunan dalam kawasan Hutan Lindung di areal hutan Nanga-nanga.
Dan kelima, tata lalulintas pendirian bangunan di kawasan Bypas yang merupakan kawasan lajur cepat. Ini belum diterapkan sesauai analisis dampak lalulintas (Andallalin), sehingga banyak terjadi kemacetan dan kecelakaan di areal tersebut, sehingga perlu penataan.
Untuk itu, diperlukan langkah pemerintah dalam mendorong RTRW Kota Kendari yang konverhensif untuk menopang Projek Startegis Nasional nantinya.
Tinggalkan Balasan