KONAWE SELATAN, SULTRAGO.ID – Satwa endemik yang hidup di Taman Nasional Rawa Aopa Watumohai (TNRAW), Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra), jumlahnya diperkirakan semakin berkurang.
Balai TNRAW mencatat, populasi anoa yang merupakan fauna identitas Provinsi Sultra, jumlahnya diperkirakan tersisa 15 sampai 20 ekor (data tahun 2019), masing-masing anoa dataran tinggi atau anoa pegunungan berkisar 4 sampai 5 ekor, dan anoa dataran rendah berkisar 11 sampai 15 ekor.
Kemudian populasi rusa (cervus timorensus) saat ini diperkirakan tersisa 200 ekor. Jauh berkurang dibanding tahun 2000-2002 yang tercatat berjumlah 40 ribu ekor.
Sementara hewan babirusa hanya tersisa 1 ekor yang kini ditangkar di belakang Kantor Balai TNRAW.
Selain itu, jumlah burung maleo diperkirakan sebanyak 30 sampai 36 ekor, kakatua kecil jambul kuning berkisar 10 sampai 15 ekor, burung air aopa 24 jenis, dan mangrove 23 jenis.
Kepala Balai TNRAW, Ali Bahri mengatakan, berkurangnya jumlah satwa khas daerah dikarenakan dampak perburuan liar yang dilakukan oknum masyarakat yang tidak terpantau petugas.
“Untuk mengantisipasi perburuan liar, kami melakukan patroli rutin di ‘site monitoring’ satwa prioritas, patroli mandiri habitat satwa itu, dan sosialisasi perlindungan satwa liar,” ujar Ali Bahri kepada Media Indonesia, Sabtu (30/10).
KENDARI, SULTRAGO.ID – Ketua Pengurus Besar Himpunan Mahasiswa Islam (PBHMI) Bidang Pembangunan Energi, Migas dan Minerba, Muhamad Ikram Pelesa menilai, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) kurang tegas dalam memberikan sanksi atas pencemaran lingkungan yang dilakukan PT. Gerbang Multi Sejahtera (GMS).
Pasalnya, PT. GMS masih melakukan penambangan di Kecamatan Laonti, Kabupaten Konawe Selatan (Konsel) walau telah diberi sanksi berupa penghentian sementara oleh Kementrian ESDM.
“Saya membaca surat dari Kementerian ESDM ini tidak begitu kongkrit dalam mengatensi pencemaran lingkungan yang terjadi akibat aktivitas PT GMS,” kata Ikram, Kamis (28/10).
“Dalam perspektif undang-undang kehutanan dan lingkungan hidup, pencemaran lingkungan juga ada sanksi pidananya. Jadi bukan hanya pada sanksi administratif pencabutan izin, tapi juga ada pidana yang bisa menjerat KTT beserta manajemen PT. GMS,” tegasnya.
Menurutnya, harus ada hukuman terhadap manajemen perusahaan, utamanya kepada KTT berupa pencabutan lisensi. Selain itu, pihak PT. GMS tidak boleh melakukan aktivitas penambangan dan operasi produksi sampai pada penjualan ore sebelum menyediakan sarana dan prasarana rujukan dari kementerian ESDM.
“Apabila tetap getol melakukan aktivitas tersebut, maka punishment mesti tegas, rekomendasi pencabutan IUP,” pungkasnya.
Sebelumnya, Direktorat Jenderal (Dirjen) Mineral dan Batu Bara (Minerba) Kementrian ESDM RI mengeluarkan surat Nomor B-4395/MB.07/DBT.PL/2021 tertanggal 7 Oktober 2021 tentang penghentian sementara sementara aktivitas PT. GMS di Kecamatan Laonti. Penghentian tersebut sebagai tindak lanjut pemeriksaan dugaan pencemaran lingkungan akibat aktivitas penambangan.
Kemudian, pada 17 Oktober, awak media ini telah melakukan konfirmasi ke lokasi PT GMS. Seorang pria yang berpakaian loreng dan mengaku sebagai koordinator keamanan di lokasi tambang mengatakan bahwa tidak ada pihak manajemen perusahaan yang bisa dikonfirmasi.
“Maaf pak, sekarang ini lagi tidak ada manajemen perusahaan yang bisa dikonfirmasi. Seharusnya kalau mau ke sini (lokasi perusahaan) konfirmasi dulu, supaya kami juga bisa siap-siap”, kata pria itu yang belakangan diketahui sebagai salah satu anggota TNI.
KENDARI, SULTRAGO.ID – PT. Gerbang Multi Sejahtera (GMS) yang beroperasi di kecamatan Laonti, Kabupaten Konawe Selatan (Konsel) mengaku sudah menerima sanksi atas pencemaran lingkungan akibat adanya kapal tongkang karam di dekat jetty perusahaan pada 30 Mei lalu.
Sanksi diterima setelah perusahaan tambang itu dilaporkan masyarakat setempat ke Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra) dan Dinas Lingkungan Hidup (DLH).
Project Manager PT. GMS, Muhammad Haris mengakui, setelah mengikuti Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama dewan, dinas terkait dan masyarakat, pihaknya telah menerima sanksi berupa sanksi administrasi, sanksi pembenahan, pelengkapan izin-izin, dan masalah sedimen.
“Kita sudah menerima sanksi. Dari semua sanksi teguran, tidak ada arah pembicaraan yang mengatakan pemberhentian akvitas sementara. Jadi bukan tidak ada langkah atau hal yang dilakukan oleh pihak pemerintah setempat yakni dinas terkait,” ungkap Haris saat ditemui awak media, Sabtu (25/9).
Di tempat yang sama, Kepala Teknik Tambang PT. GMS Hipi menjelaskan, dalam melaksanakan kegiatan penambangan, pihaknya selalu mengikuti aturan. Bahkan, pihaknya telah mengurus semua perizinan yang dibutuhkan, yakni IUP, Amdal, serta perizinan terminal khusus (jetty).
“Kita tidak mungkin melakukan kegiatan kalau tidak memiliki izin. Kecuali izin limbah B3, itu sedang dalam tahap proses penyelesaian,” ungkapnya.
Pencemaran lingkungan akibat aktivitas PT. GMS (foto: dokumen inikatasultra.com)
Sebelumnya, ratusan warga dari dua desa di Kecamatan Laonti berunjuk di lokasi pertambangan PT. GMS, Sabtu (18/9). Aksi yang diwarnai bentrok dengan petugas kepolisian itu dilakukan sebagai bentuk protes warga Desa Sangi-Sangi dan Desa Ulu Sawa atas pencemaran air laut yang timbul dari aktivitas perusahaan.
Bersamaan dengan itu, Ketua Komisi III DPRD Sultra Aksan Jaya Putra (AJP) bersama DLHK Sultra yang juga melakukan kunjungan di lokasi GMS dan menemukan adanya pencemaran lingkungan. Bahkan, perusahaan didapati banyak melakukan pelanggaran, diantaranya tidak membuat sedimen pond dan tempat penampungan limbah.
KONAWE SELATAN, SULTRAGO.ID – Tim KKN Tematik Universitas Halu Oleo (UHO) mengedukasi pelaku UMKM di Desa Rambu-rambu, Kecamatan Ranomeeto, Kabupaten Konawe Selatan (Konsel) dalam perhitungan harga pokok produksi dan harga jual produk serta teknik pemasaran, Rabu (1/9).
Ketua Tim DPL KKN Tematik UHO, Dr. Nasrul, SE, M.Si mengatakan, Desa Rambu-rambu Jaya merupakan salah satu daerah potensial untuk pengembangan UMKM. Ketersedian berbagai bahan baku lokal dan potensi pasar yang ditunjang dengan akses transportasi dan jaringan komunikasi yang baik juga mendukung untuk tumbuh kembangnya sektor UMKM.
Disebutnya, berdasarkan survey awal yang dilakukan terhadap UMKM di Desa Rambu-rambu Jaya, terdapat berbagai jenis home industri yang membutuhkan pendampingan agar dapat berkembang. Jenis usaha yang dijalankan UMKM antara lain perbengkelan, pembuatan kripik pisang, pembuatan bakso, reparasi kursi, budidaya tanaman hias, pembuatan pot bunga, pembuatan peyek, peternakan ayam potong, pembuatan alat sanitasi, dan usaha menjahit.
“Salah satu kelemahan UMKM adalah kemampuan sistem manajemen usaha yang masih rendah. Diantara masalah yang dialami adalah masalah proses produksi masih dilakukan secara priodik dan juga tidak dijumpainya atribut pemasaran pada produk yang dihasilkan. Sehingga, masalah kronis tersebut membutuhkan edukasi yang memadai,” jelas Nasrul.
Dosen Fakultas Ekomomi dan Bisnis UHO ini mengungkapkan, para pelaku UMKM biasanya menjalankan hampir semua urusan usahanya sendirian atau dengan kekuatan yang serba terbatas. Analisis situasi terhadap UMKM jenis industri ini adalah mengenai kemampuan yang masih rendah terhadap perhitungan harga pokok produksi, harga jual produk serta teknik pemasaran produk.
Kemampuan dalam menentukan Harga Pokok Produksi dan Harga Jual Produk juga dinilai masih rendah. Hal itu ditunjukkan dengan cara perhitungan yang dilakukan para pelaku UMKM masih dengan cara sederhana tanpa didasari oleh pengetahuan secara teori yang diperlukan sebagai dasar perhitungan.
“Perhitungan harga jual selama ini dilaksanakan oleh pelaku usaha tersebut hanya mempertimbangkan harga bahan baku, tenaga kerja langsung, dan biaya untuk kemasan, tetapi belum mempertimbangkan biaya overhead,” jelasnya.
“Konsep biaya overhead pabrik yang belum dikuasai akan menyebabkan kesulitan pembebanan Biaya Overhead Pabrik/Perusahaan (BOP) terhadap produk, dan akan berpengaruh terhadap keakuratan hasil perhitungan Harga Pokok Produksi yang pada akhirnya penentuan Harga Jual Produk menjadi tidak tepat,” sambung Nasrul.
Sedangkan permasalahan pemasaran produk yang ditemukan diantaranya, para pelaku UMKM belum mempunyai pengetahuan dan keterampilan pemasaran secara luas. Hal itu menyebabkan UMKM kurang peka melihat peluang pasar dan menyebabkan wilayah pemasaran masih terbatas sekitar pasar tradisional di wilayah sekitar Desa Rambu-rambu Jaya dan pesanan dari desa tetangga.
Suasana Pelatihan Oleh Tim KKN Tematik UHO Edukasi UMKM di Ranomeeto dalam Perhitungan Harga Produksi, Harga Jual, dan Teknik Pemasaran Produk. Foto: Istimewa
Promosi pemasaran masih konvesional dengan promosi dari mulut ke mulut dan spanduk depan rumah, dan belum memanfaatkan media teknologi informasi, sehingga informasi tentang produk mereka sangat terbatas.
Selain itu, keterampilan dalam menggunakan berbagai tools aplikasi digital marketing juga masih sangat minim. Sementara saat ini pemasaran digital telah menjadi kunci utama untuk bisa bertahan dimusim pembatasan interaksi yang menimbulkan kerumunan.
“Permasalah yang dihadapi masyarakat UMKM di Desa Rambu-Rambu Jaya perlu mendapatkan edukasi, khususnya dalam perhitungan harga pokok produksi dan harga jual produk yang tepat, serta teknik pemasaran yang adaptif dan kreatif. Agar masyarakat UMKM tersebut dapat memaksimalkan penjualan secara online Sehingga pendapatan mereka dapat meningkat,” tutur Nasrul.
Untuk diketahui, tim KKN Tematik UHO yang melaksanakan pelatihan UMKM di Desa Rambu-rambu Jaya terdiri dari beberapa mahasiwa dan Dosen Pendamping Lapangan (DPL) yang diketuai Dr. Nasrul SE MSi, dan anggota tim Dr. DPL diantaranya Dr. La Hatani SE MM, Dr. Juharsah SE MSi, Dr. Wahyuniati Hamid SE MSi, Riski Amalia Madi SE MSi, dan Isalman SE MSi.
Kegiatan pelatihan diikuti sebanyak 20 pelaku UMKM, serta dihadiri Kepala Desa dan Sekretaris Desa Rambu-Rambu Jaya, Kecamatan Ranomeeto, Kabupaten Konawe Selatan (Konsel).
KENDARI, SULTRAGO.ID – Sekelompok mahasiswa yang tergabung dalam Coruption Study Forum (CSF) Sulawesi Tenggara (Sultra) menggelar aksi unjuk rasa di Kantor Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sultra, Kamis 12 Agustus 2021.
Ada beberapa hal yang menjadi tuntutan mahasiswa, salah satunya meminta Kejati Sultra untuk memeriksa Kepala Dinas Perindustrian, Perdagangan, Koperasi dan UMKM (Disperindagkop-UMKM) Kabupaten Konewe Kepulauan (Konkep).
Koordinator Lapangan CSF Sultra, Mustafa mengungkapkan, Kepala Disperindagkop-UMKM Konkep terindikasi melakukan mark up anggaran dalam kegiatan pengadaan peralatan mesin dan sarana penunjang UKM di Konkep Tahun Anggaran 2020 yang bernilai Rp.605.849.500.
“Kami menemukan bahwa ada indikasi kemahalan dalam pengadaan peralatan mesin dan sarana penunjang UKM TA 2020. Untuk itu kami mendesak Kejati sultra agar segera memeriksa Kepala Disperindagkop-UMKM Kabupaten Konawe Kepulauan,” tegas Mustafa.
Selain itu, CSF Sultra juga menyampaikan tuntutannya terkait adanya dugaan mark up pada 5 paket pekerjaan di Dinas Pekerjaan Umum dan Tata Ruang (PUTR) Kabupaten Konawe Selatan Ta 2020.
Pihaknya meminta Kejati Sultra untuk memeriksa Kepala Dinas PUTR Konsel terkait permasalahan pada pekerjaan di 5 wilayah yang berbeda beda, yakni kekurangan volume pengaspalan jalan ruas Lalonggombu-Angoroboti senilai Rp.424 juta, jalan ruas Tanea–Sanggula senilai Rp.718 juta, jalan dalam Kota Andoolo senilai Rp839 juta, jalan ruas Potoro–Amasara senilai Rp.606 juta, serta volume jalan masuk Kantor Bupati Konsel senilai Rp8.6 milyar.
“Kami meminta kepada Kejati Sultra agar segera memanggil dan memeriksa Kadis PUTR, PPK, dan PPTK Kabupaten Konawe Selatan,” tandasnya.
SULTRAGO.ID, KONAWE SELATAN – Bupati Konawe Selatan (Konsel), H Surunuddin Dangga telah mengeluarkan Surat Edaran (SE) Nomor 443/1122 tahun 2021 tentang penerapan protokol kesehatan dalam penyelenggaraan Salat Idul Adha dan pelaksanaan qurban 1442 H.
Dalam SE tersebut, Konsel juga mulai menerapakan pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) mikro guna mengendalikan penyebaran Covid-19.
Terkait Hari Idul Adha, masyarakat dilarang melaksanakan takbir keliling. Takbir cukup dikumandangkan di masjid atau mushallah dengan peserta maksimal 10 persen dari daya tampung masjid.
Sementara, daerah yang masuk kategori zona hijau dan kuning Covid-19 tetap diizinkan melaksanakan Salat Idul Adha di masjid maupun di lapangan.
Sedangkan wilahah zona merah dilarang alisa diminta untuk Salat dirumah.
“Panita Salat Idul Adha wajib menyediakan pengukur suhu dilokasi dengan kapasitas maksimal 50 persen untuk dilapangan terbuka. Memungkinkan jaga jarak antar shaf dan tidak terjadi tertumpuknya jamaah, dan semuanya wajib pakai masker,” bunyi edaran tersebut.
Usai Salat, jamaah diminta langsung meninggalkan lokasi dan kembali dirumah masing-masing dengan tertib serta tidak berjabat tangan atau melakukan kontak fisik.
Kemudian, pelaksanaan qurban harus memperhatikan ketentuan, diantaranya penyembelihan dilakukan pada 11 hingga 13 dzulhijjah demi menghindari kerumunan warga dilokasi pemotongan serta dilakukan diluar ruangan dengan prokes ketat.
Adapun pendistribusian daging kurban dilakukan panita kepada warga ditempat tinggal masing-masing dengan meminimalkan kontak fisik.
Disebutkan juga dalam edaran, Panitia Hari Besar Islam (PHBI) sebelum melaksanakan kegiatan agar berkoordinasi dengan pemerintah, satgas covid-19 dan lainnya untuk mengetahui zonasi wilayah.
“Camat dan petugas keamanan agar melakukan pemantauan dan pengawasan terkait penerapan prokes pada rangkaian Idul Adha 1442 H/2021 M,” demikian isi edaran tersebut yang diteken Surunuddin pada 14 Juli 2021.