Oleh: Dr. Syamsir Nur, SE, MSi
1. Kondisi Perekonomian Daerah
Pertumbuhan Ekonomi
Pertumbuhan ekonomi Sultra memiliki capaian yang lebih tinggi dari capaian nasional. Kinerja ekonomi nasional dan Sultra sejak tahun 2020 mengalami tekanan akibat pandemi.
Kombinasi antara kondisi pandemi yang relatif terkendali, tren pemulihan ekonomi global dan nasional yang terus berlanjut, serta stimulus fiskal mendorong akselerasi pertumbuhan ekonomi di Triwulan III-IV 2021.
Namun, masih terdapat resiko yang perlu diwaspadai (masih adanya penyebaran covid, akses dan kecepatan vaksin yang belum merata dan tren inflasi) berpotensi mengganggu pemulihan ekonomi yang tidak seragam.
Tahun 2021, semua pulau mengalami pertumbuhan ekonomi, Pulau Sulawesi tertinggi kedua (5,67%) setelah Maluku dan Papua (10,09%). Adapun pulau Jawa (3,66%)
Di pulau Sulawesi, semua provinsi tumbuh, Sultra relatif lebih tinggi dari Provinsi Sulbar dan Gorontalo (tertinggi
Sulteng 11,7%). Share (peran) perekonomian berdasarkan pulau Sulawesi terhadap perekonomian nasional sebesar 6,89%, (Pulau Jawa tertinggi 57,89%). Share Sultra terhadap pertumbuhan ekonomi nasional sebesar 0,82 persen.
Kontraksi ekonomi tahun 2020 kabupaten/kota bervariatif, Kabupaten Kolaka terkontraksi paling dalam. Kabupaten Konawe dan Buton Tengah memiliki memiliki growth tertinggi.
Sektor utama pembentuk pertumbuhan ekonomi yang terkontraksi parah adalah perdagangan besar dan
eceran, pertambangan dan penggalian, transportasi dan pergudangan, konstruksi serta akomodasi, makan
dan minum.
Dari sisi lapangan usaha (supply side), kontribusi tertinggi terdapat pada sektor konstruksi, perdagangan, industri pengolahan serta jasa kesehatan dan jasa pendidikan. Proyek infrastrukur pemerintah dan kegiatan swasta menunjukkan peningkatan. Kegiatan bisnis dan industri menunjukkan peningkatan. Konsumsi listrik rumah tangga dan UKM meningkat. Kebijakan pelonggaran bersyarat mendorong aktivitas ekonomi sektor jasa.
Dari sisi pengeluaran (demand side) dikontribusi oleh X, M dan PMTB. Ekspor (X) dan Impor (M) bertalian dengan
kegiatan industri pengolahan. Investasi dan konsumsi RT tumbuh namun masih melambat. Konsumsi pemerintah (G) bertalian kebijakan refocusing
Inflasi
Terjadi kenaikan inflasi (bulan Januari) sebesar 0,48%(mtm) dan 3,49 (yoy). Kelompok pengeluaran pembentuk inflasi di bulan Januari antara lain makan minum dan tembakau, perumahan, listrik, air &bahan bakar RT serta perawatan pribadi dan jasa lainnya.
Peningkatan inflasi inti menunjukkan terdapat sinyal positif perbaikan permintaan meskipun masih terbatas. Peningkatan terjadi pada barang yang tahan lama yaitu kebutuhan sandang dan perlengkapan rumah tangga. Pemenuhan layanan kesehatan serta peningkatan mobilitas berdampak kenaikan inflasi di sektor jasa.
Inflasi pangan didorong oleh kenaikan harga komoditas ikan segar, telur, minyak goreng dan beberapa jenis sayur. Inflasi administrastif price dipengaruhi oleh kebijakan terkait mobilitas dan kebijakan energi
Kemiskinan
Penduduk miskin di Sultra masih lebih tinggi dari nasional (9,71%) dan ketiga se-Sulawesi setelah Gorontalo (15,61%) dan Sulawesi Tengah (13,00%).
Pertumbuhan sektor pertanian terkontraksi, rata-rata upah buruh menurun, nilai tukar petani rendah (99,75%), pertumbuhan pengeluran konsumsi turun. Kenaikan harga produksi relatif lebih kecil dibandingkan dengan kenaikan harga barang konsumsinya.
Tingkat kemiskinan tertinggi terdapat di daerah kepulauan. Kemiskinan pedesaan masih lebih dominan dibanding kemiskinan perkotaan.
Pendapatan produksi relatif lebih rendah dari konsumsi. Pengeluaran untuk kelompok makanan masih lebih tinggi (74,86%) dibandingkan pengeluaran kelompok non makanan (25,14). Karakteristik kegiatan ekonomi dan ketersediaan infrastruktur menjadi pemicu utama
Gini Ratio
Gini ratio Sulawesi Tenggara sebesar 0,394 lebih tinggi dari capaian nasional 0,381. September 2021, gini ratio pedesaan meningkat. Ketimpangan pendapatan penduduk di wilayah pedesaan lebih tinggi dibanding di wilayah perkotaan.
Nilai Tukar Petani (NTP) belum memicu perbaikan demand penduduk pedesaan. Sedangkan pelonggaran aktivitas memicu daya beli penduduk perkotaan membaik.
Distribusi pengeluaran perkapita untuk kelompok penduduk 40% terbawah hanya 16,31%, namun kebijakan perlindungan sosial pemerintah mampu menopang kemampuan daya beli.
Tingkat Pengangguran
Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja di Sultra masih fluktuatif. Dari sisi permintaan, aktivitas ekonomi sektoral cukup dinamis berimplikasi pada penyerapan tenaga kerja. Sektor utama penyerap tenaga kerja yaitu pertanian, PBE, konstruksi, jasa akmamin dan industri pengolahan. Dari sisi penawaran, terjadi excess supply dan ketidaksiapan tenaga kerja.
Tingkat Pengangguran Terbuka perkotaan lebih tinggi dibandingkan pedesaan. Pengangguran terdidik 13,02%, tamatan SMK/SMA lebih dominan. Kemudian masih terdapat sektor usaha yang melakukan efisiensi penggunaan tenaga kerja, sedangkan tingkat upah pekerja cenderung masih rendah disebabkan angkatan kerja masih dominan bekerja di sektor informal (63,17%)
Indeks Pembangunan Manusia (IPM)
Capaian IPM tahun 2021 kategori tinggi. Masih lebih rendah dari nasional (72,29) namun lebih baik dari Sulteng, Gorontalo dan Sulbar.
Angka Harapan Hidup, Harapan Lama Sekolah dan Rata-rata Lama Sekolah meningkat, sedangkan dimensi standar hidup layak (PPP) belum membaik.
IPM perkotaan lebih baik dari pada IPM Pedesaan yang disebabkan sarana dan prasarana serta infrastruktur yang masih terbatas terutama di wilayah kepulauan, fasilitas kesehatan dan tenaga kesehatan belum terdisitribusi secara baik, serta daya saing produk masih rendah.
2. Kondisi Fiskal Regional
Kapasitas fiskal pemda yang rendah yang ditandai dengan tingginya penerimaan pendapatan yang berasal dari transfer pemerintah pusat. Upaya peningkatan PAD belum optimal akibat ruang fiscal terbatas (closed list dan pemberlakuan UU 11/2020 tentang Cipta Kerja).
Pemerintah pusat telah membuka ruang insentif fiscal kepada daerah (formula dan adhock), namun Pemda belum memiliki kesiapan dan penyesuaian.
Belanja daerah belum menunjukkan pemenuhan kualitas belanja. Siklus konjungtural daerah yang berbeda-beda berimplikasi pada serapan anggaran yang berbeda pula. Aspek regulasi dalam penggunaan dana refocusing dan prinsip kehati-hatian menyebabkan serapan belanja cenderung kontraktif.
Penerimaan pinjaman daerah yang dialokasikan pada pembiayaan infrastruktur diharapkan menciptakan multiflier effect dalam perekonomian daerah. Kemudian utang daerah perlu dikelola secara prudent dan sustainable untuk menjaga resiko fiskal. Selain itu inovatif perlu diarahkan dalam menjawab permasalahan strategis daerah dan meningkatkan produktivitas perekonomian.
Beberapa poin yang menjadi tantangan pembangunan daerah diantaranya penanganan pandemi dan percepatan recovery, pertumbuhan ekonomi yang berkualitas dan berkelanjutan, tantangan structural (kesehatan, pendidikan, perlinsos, infastruktur dan penguatan reformasi birokrasi), kualitas SDM (peningkatan produktivitas dan daya saing tenaga kerja), serta perubahan iklim dan disrupsi ekonomi digital.
3. Tantangan
Kemudian tantangan fiskal yaitu penerimaan melemah, ruang fiscal terbatas, resiko fiskal meningkat, fiskal yang konsolidatif, menjaga size belanja pada level yang efisien untuk mendorong perekonomian, serta ekspansi fiscal (demand side dan supply side).
Penulis adalah Kepala Laboratorium Ilmu Ekonomi FEB-UHO.