KENDARI, SULTRAGO.ID – Pengamat Politik Sulawesi Tenggara (Sultra) Prof. Eka Syuaib mengungkap fakta mengejutkan dari pengalamannya bediskusi mengenai pelaksanaan pemerintahan dengan Andi Merya Nur saat masih menjabat Wakil Bupati Kolaka Timur (Koltim).
Menurutnya, pada masa kepemimpinan Tony Herbiansyah sebagai Bupati Koltim, wakil bupati tidak diberikan peran dan pengelolaan yang sentralistik.
Sehingga saat menjabat bupati, kata Eka, AMN memikul beban politik dari bupati sebelumnya, baik dalam konteks relasi kuasa sebelum menjadi bupati dan saat menjadi bupati. Dan hal itu dinilai menyebabkan ia terjerat kasus suap proyek dana hibah.
“Relasi kuasa sebelum menjadi bupati yakni Beban politik setelah bupati terpilih meninggal dunia, maka ‘politik balas budi’ dan ‘politik balas jasa’ dipikul oleh AMN,” ucap Eka, Jumat (24/9).
“Fenomena ini terjadi karena pembiayaan politik saat pilkada cukup besar, mulai dari masa pencalonan, kampanye, sampai dengan pengamanan suara, serta menjelang dan saat hari pencoblosan membutuhkan biaya yang amat tinggi,” sambungnya.
Guru Besar Universita Halu Oleo ini melanjutkan, pada fenomena ini, pihak yang sudah menyumbang saat sebelum pemilihan dianggap sebagai investasi, dengan harapan jika sudah terpilih, bupati akan memberikan imbalan berupa kuasa proyek.
“Jadi bisa diduga praktek ini adalah fenomena gunung es karena sudah terjadi aksi perburuan rente. Proyek-proyek yang ada sudah dikapling oleh inner circle dari bupati,” ucapnya.
Ia menjelaskan, relasi kuasa saat menjadi bupati yakni adanya hasrat politik untuk mempertahankan kekuasaan dan tetap bertarung pada Pemilihan Umum yang akan datang di tahun 2024. Namun, besarnya dana yang dibutuhkan untuk pembiyaan politik tidak diimbangi oleh pendapatan resmi sebagai bupati, sehingga memaksanya untuk mencari sumber-sumber pembiayaan lain agar dapat ikut dalam kontestasi politik nantinya.
“Seiring dengan makin meningkatnya pembiayaan partai dan juga mencalonkan diri, maka mau tidak mau bergantung pada sumbangan pihak ketiga, atau dari para pengusaha. Rupanya AMN sadar bahwa memang politik dikenal dengan tidak ada makan siang gratis,” bebernya.
Eka juga menilai adanya managemen pemerintahan yang masih jauh dari prinsip transparansi dan akuntabilitas. Akibatnya, terjadi monopoli kekuasaan dan diskresi pejabat tanpa adanya pengawasan memadai yang dapat mencegah korupsi.
“Memang ada lelang melalui barang dan jasa secara elektronik, tetapi tetap saja ada celah bagi aktor politik dan aktor bisnis dalam hal ini pengusaha dalam mempengaruhi pengambilan keputusan,” tutur Eka.
Sebelumnya, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan Operasi Tangkap Tangan (OTT) terhadap Andi Merya Nur di Rumah Jabatan Bupati Koltim pada Selasa malam (21/9).
Andi Merya Nur ditetapkan sebagai tersangka kasus korupsi suap dana hibah yang berasal dari Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Koltim pada Rabu (22/9).
Tinggalkan Balasan