KENDARI, SULTRAGO.ID – Aktivitas PT. Agung Perkasa (Agung Beton) dianggap sangat meresahkan dan mengganggu kesehatan serta kenyamanan warga di Kelurahan Petoaha, Kecamatan Abeli, Kota Kendari, Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra).
Pasalnya, aktivitas perusahaan yang bergerak di bidang pengolahan material campuran aspal tersebut telah menyebabkan udara tercemar. Serta, kebisingan mesin pengolah material batu suplit dinilai sudah sangat mengganggu.
“Hampir satu tahun ini banyak mayarakat Petoaha sakit batuk, flu akibat debu yang dihasilkan perusahaan beton itu. Hampir setiap rumah yang dilalui mobil pengangkut material ada anggota keluarga yang sakit gangguan tenggorokan dan pernafasan,” kata Herman, salah seorang warga Petoaha kepada awak media, Minggu (19/12).
Menurut Herman, banyaknya debu akibat dampak operasional perusahaan beton tersebut dikarenakan tumpahan material bubur beton yang terhambur jalan raya. Material tersebut mengering menggumpal menutupi badan jalan raya hingga mengakibatkan debu bertebaran.
“Jadi tumpahan material bubur beton dari mobil pengangkut sepanjang jalan raya itu kalau sudah kering mengeras, membatu, lengket di badan jalan raya, selanjutnya terkikis menjadi debu saat dilalui kendaraan. Apalagi musim panas begini,” beber Herman.
Pria yang sehari-hari bekerja sebagai tukang ojek online ini mengatakan, sudah banyak kejadian buruk yang menimba warga.
Bukan hanya sakit batuk dan flu akibat polusi debu, ungkap Herman, campuran material bubur beton yang tumpah ke jalan raya mengakibatkan hampir tiap hari pengendara motor mengalami kecelakaan akibat tumpahan material yang meluber di sepanjang jalan lebih dari satu kilo meter, dari area lokasi perusahaan sampai keluar tikungan jalan besar.
“Hampir tiap hari ada orang jatuh, motornya terpeleset karena jalan licin dilalui kendaraan roda dua seperti motor, bagaimana ini kasian seperti saya yang mencari nafkah dijalan raya dan banyak lagi korban lainnya,” keluh Herman.
Ia dan sejumlah warga bingung harus mengadu kemana, sebab pemerintah setempat juga tak kunjung mengambil tindakan saat masyarakat mengadu ke RT dan RW setempat. Kata Herman, pihak RT/RW bersama warga pernah diajak pertemuan untuk membahas masalah polusi oleh pihak perusahaan, namun janji itu tidak pernah terealisasi.
Harapan masyarakat Petoaha apabila terjadi pertemuan dengan perusahaan, mereka menginginkan agar perusahan menyiram tumpahan bubur beton yang meluber ke jalan raya setiap hari, serta menghentikan aktivitas operasional penggilingan batu suplit pada malam hari karena sangat mengganggu waktu istirahat warga pada malam hari.
“Bukan hanya debu dan tumpahan material bubur beton yang dikeluhkan warga, tapi juga cara kerja mesin greser perusahaan untuk menggaruk gunung dan memecahkan batu suplit itu, dilakukan saat jam tidur pada malam hari, dan berhenti nanti mau adzan subuh,” geram Herman.
Ia dan warga Petoaha mengaku geram dan sudah tidak tahan dengan cara kerja perusahaan beton tersebut, meski diakui keberadanaan perusahaan juga sangat dibutuhkan oleh masyarakat sekitar sebab mengkomodir tenaga kerja, sehingga dari segi ekonomi masyarakat terbantu pendapatannya dari keberadaan perusahaan beton tersebut di Kelurahan Petoaha.
Melalui kesempatan ini, Herman dan sejumlah warga Petoaha lainnya berharap, ada perhatian dari pihak siapa saja yang ingin membantu menyuarakan keluhan dan harapan warga Kelurahan Petoaha agar aktivitas perusahaan tetap berjalan, namun tidak menimbulkan kerugian dipihak lain utamanya kesehatan dan kenyamanan warga saat jam istirahat malam.
Ditambahkan oleh Herman, perusahaan pengolah material campuran beton di Petoaha sejak dulu sudah ada, namun tidak menimbulkan polusi seperti cara kerja PT Agung Perkasa yang baru beroperasi satu tahun ini.
Herman juga menceritakan bahwa dulu ada PT SAR yang beroperasi di sana, tapi tidak ada keluhan warga, sebab perusahaan selalu menyiram jalan raya paska dilalui kendaraan pengangkut material.
Saat awak media melakukan upaya konfirmasi di lokasi PT Agung Perkasa, salah seorang ibu yang mengaku sebagai staf mengatakan bahwa ia tidak bisa memberikan pernyataan atau klarifikasi terkait dengan keluhan warga Petoaha itu.
“Kalau mau konfirmasi saya tidak bisa berikan klarifikasi, karena saya juga tidak tau”, ungkap Ibu Staf yang enggan menyebutkan namanya itu.