NASIONAL, SULTRAGO.ID – Ketua Kamar Dagang Industri (Kadin) Sulawesi Tenggara (Sultra), Anton Timbang mendukung langkah Asosiasi Penambang Nikel Indonesia (APNI) yang memiliki misi pengelolaan pertambangan Indonesia untuk kepentingan dan kemakmuran rakyat dan negara Indonesia.
Anton mengatakan, Sultra merupakan daerah penghasil nikel terbesar dari empat provinsi di Indonesia. Jika melihat potensi yang ada di Sultra, memang terbesar untuk komoditas nikel.
Sebagaimana data dari Kementerian ESDM tahun 2020 menyebutkan, Indonesia memiliki ‘harta karun’ nikel sebesar 72 juta ton nikel (Ni). Salah satu daerah penghasil nikel terbesar adalah Sultra. Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS) Sultra, produksi nikel pada 2019 sebesar 23.967.146 ton.
Berdasarkan jenis bahan tambang, terdapat 189 perusahaan pertambangan yang lokasinya terbagi di 12 kabupaten/kota di Provinsi Sultra. Dari 189 perusahaan tersebut, terdapat 138 perusahaan tambang nikel, sisanya perusahaan tambang aspal, emas, kromit, pasir besi, mangan, dan tembaga.
Di Sultra juga terdapat Kawasan Industri Konawe dalam Proyek Strategis Nasional (PSN) berdasarkan Perpres Nomor 109 tahun 2020. PT Virtue Dragon Nickel Industry (VDNI) yang bergerak dalam objek vital nasional sub bidang mineral dan batubara ada di Kawasan PSN.
“Namun, kondisi sampai hari ini kita hanya sebagai penonton. Karena semua regulasi dan kewenangan sudah diambil oleh pemerintah pusat. Kami di daerah tidak bisa berbuat apa-apa,” kata Anton usai mengikuti Rapat Pemilihan Pengurus, Pembina, Penasihat, dan Pengawas APNI untuk kepengurusan 2022-2027 di Kantor DPP APNI, Jalan Batu Tulis Raya Nomor 11, Jakarta Pusat, Rabu (2/2).
Karena itu, Kadin Sultra ingin menggugah perusahaan pengolahan dan pemurnian (smelter) nikel yang beroperasi di Sultra, khususnya VDNI agar semaksimal mungkin bisa melibatkan pelaku UMKM dan tenaga kerja lokal di Sultra.
Anton mengutarakan, dalam situasi terdampak Covid-19 saat ini, kehadiran perusahaan-perusahaan besar yang melakukan eksplorasi dan pengolahan tambang bisa menghidupkan pengusaha-pengusaha kecil, yang bergerak di luar sektor pertambangan.
Menurutnya sejauh ini baru sebagian kecil tenaga kerja yang terserap di perusahaan pengolahan dan pemurnian nikel, begitu pula dukungan untuk UMKM.
Kadin Sultra sebagai mitra strategik Pemprov Sultra, kata Anton, akan bergerak, turun ke lapangan dan akan masuk ke VDNI. Pihaknya menekankan harus ada kerja sama dengan pelaku UMKM dan menyerap tenaga kerja di sekitar pabrik atau smelter yang dikelola VDNI. Tak terkecuali pabrik atau smelter yang berada di daerah lainnya yang ada di Sultra.
“Kebetulan saya sebagai Ketua Satgas Percepatan Investasi Wilayah Sulawesi. Salah satu tugas saya meyakinkan pihak pabrik untuk melibatkan pengusaha kecil dan seluruh pengusaha daerah,” ujarnya.
Anton menambahkan, peranan Kadin Sultra yang lain memberikan pendampingan, pelatihan, dan edukasi kepada masyarakat serta pengusaha kecil agar mendapatkan hak dan kesempatan yang sama.
“Entrepreneur di Sultra secara garis besar trennya naik. Tahun ini kita mulai bergerak, agar hasilnya bisa maksimal,” imbuhnya.
Ia juga menyampaikan peranan Kadin Sultra dalam mengakomodir perusahaan pertambangan nikel yang dikelola asing tidak bisa melangkah lebih jauh, karena semua regulasi sudah ditarik oleh pemerintah pusat. Karena itu, Kadin Sultra membangun komunikasi dan kerja sama dengan asosiasi dari luar anggota Luar Biasa Kadin, salah satunya APNI.
“Kita juga menitik beratkan kepada asosiasi yang berkompeten, seperti APNI yang concern masalah pertambangan nikel. Kami dari Kadin Sultra sangat mendukung langkah APNI bisa berperan lebih besar. Semoga APNI menjadi wadah yang memperjuangkan dan mendorong pemerintah pusat, baik dari sisi regulasi maupun persoalan pertambangan nikel lainnya di daerah,” urainya. (Nikel.co.id)