Tag: Andi Merya Nur

  • KPK Tetapkan Kepala BKPSDM Muna dan Adik Bupati Tersangka Kasus Dugaan Suap Dana PEN Koltim

    KPK Tetapkan Kepala BKPSDM Muna dan Adik Bupati Tersangka Kasus Dugaan Suap Dana PEN Koltim

    JAKARTA, SULTRAGO.ID – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan dua tersangka baru terkait kasus dugaan suap pengajuan dana pemulihan ekonomi nasional (PEN) untuk daerah Kabupaten Kolaka Timur (Koltim) tahun 2021.

    Kedua tersangka adalah Kepala Badan Kepegawaian dan Pengembangan SDM (BKPSDM) Kabupaten Muna Sukarman Loke, dan LM Rusdianto seorang wiraswasta yang merupakan adik Bupati Muna LM Rusman Emba.

    “Berdasarkan hasil pengumpulan berbagai informasi dan data hingga kemudian ditemukan adanya bukti permulaan yang cukup, KPK melakukan penyelidikan dan meningkatkan status perkara ini ke Penyidikan, dengan menetapkan tersangka,” kata Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron dalam konferensi pers di gedung Merah Putih Jakarta, Kamis (23/6).

    Penetapan kedua tersangka itu merupakan pengembangan dari perkara yang telah menjerat mantan Dirjen Keuangan Daerah Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Mochamad Ardian Noervianto, Bupati nonaktif Koltim Andi Merya Nur, dan Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Muna Laode M Syukur Akbar.

    Ghufron menyebut, Rusdianto Emba bersama dengan Laode M Syukur Akbar dan Sukarman Loke diduga menjadi perantara suap dari Andi Merya Nur sebesar Rp2,4 miliar kepada Ardian Noervianto.

    “Proses pemberian uang dari AMN pada MAN dilakukan melalui perantaraan LM RE, SL, dan LMSA di antaranya melalui transfer rekening bank dan penyerahan tunai. Atas pembantuannya tersebut, SL dan LMSA diduga menerima sejumlah uang dari AMN melalui LM RE yaitu sejumlah sekitar Rp750 juta,” ungkapnya.

    Rusdianto sebagai tersangka pemberi suap disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

    Sementara Sukarman yang ditetapkan sebagai tersangka penerima suap dijerat dengan Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

    Penyidik kini menahan Sukarman selama 20 hari ke depan terhitung mulai tanggal 23 Juni 2022 sampai dengan 12 Juli 2022 di Rutan KPK pada Kavling C1. Sementara itu, KPK mengimbau Rusdianto untuk kooperatif hadir sesuai dengan jadwal pemanggilan tim penyidik berikutnya.***

  • Pengamat Ungkap Bupati Koltim Pikul Beban Politik ‘Balas Budi’ Saat Menjabat

    Pengamat Ungkap Bupati Koltim Pikul Beban Politik ‘Balas Budi’ Saat Menjabat

    KENDARI, SULTRAGO.ID – Pengamat Politik Sulawesi Tenggara (Sultra) Prof. Eka Syuaib mengungkap fakta mengejutkan dari pengalamannya bediskusi mengenai pelaksanaan pemerintahan dengan Andi Merya Nur saat masih menjabat Wakil Bupati Kolaka Timur (Koltim).

    Menurutnya, pada masa kepemimpinan Tony Herbiansyah sebagai Bupati Koltim, wakil bupati tidak diberikan peran dan pengelolaan yang sentralistik.

    Sehingga saat menjabat bupati, kata Eka, AMN memikul beban politik dari bupati sebelumnya, baik dalam konteks relasi kuasa sebelum menjadi bupati dan saat menjadi bupati. Dan hal itu dinilai menyebabkan ia terjerat kasus suap proyek dana hibah.

    “Relasi kuasa sebelum menjadi bupati yakni Beban politik setelah bupati terpilih meninggal dunia, maka ‘politik balas budi’ dan ‘politik balas jasa’ dipikul oleh AMN,” ucap Eka, Jumat (24/9).

    “Fenomena ini terjadi karena pembiayaan politik saat pilkada cukup besar, mulai dari masa pencalonan, kampanye, sampai dengan pengamanan suara, serta menjelang dan saat hari pencoblosan membutuhkan biaya yang amat tinggi,” sambungnya.

    Guru Besar Universita Halu Oleo ini melanjutkan, pada fenomena ini, pihak yang sudah menyumbang saat sebelum pemilihan dianggap sebagai investasi, dengan harapan jika sudah terpilih, bupati akan memberikan imbalan berupa kuasa proyek.

    “Jadi bisa diduga praktek ini adalah fenomena gunung es karena sudah terjadi aksi perburuan rente. Proyek-proyek yang ada sudah dikapling oleh inner circle dari bupati,” ucapnya.

    Ia menjelaskan, relasi kuasa saat menjadi bupati yakni adanya hasrat politik untuk mempertahankan kekuasaan dan tetap bertarung pada Pemilihan Umum yang akan datang di tahun 2024. Namun, besarnya dana yang dibutuhkan untuk pembiyaan politik tidak diimbangi oleh pendapatan resmi sebagai bupati, sehingga memaksanya untuk mencari sumber-sumber pembiayaan lain agar dapat ikut dalam kontestasi politik nantinya.

    “Seiring dengan makin meningkatnya pembiayaan partai dan juga mencalonkan diri, maka mau tidak mau bergantung pada sumbangan pihak ketiga, atau dari para pengusaha. Rupanya AMN sadar bahwa memang politik dikenal dengan tidak ada makan siang gratis,” bebernya.

    Eka juga menilai adanya managemen pemerintahan yang masih jauh dari prinsip transparansi dan akuntabilitas. Akibatnya, terjadi monopoli kekuasaan dan diskresi pejabat tanpa adanya pengawasan memadai yang dapat mencegah korupsi.

    “Memang ada lelang melalui barang dan jasa secara elektronik, tetapi tetap saja ada celah bagi aktor politik dan aktor bisnis dalam hal ini pengusaha dalam mempengaruhi pengambilan keputusan,” tutur Eka.

    Sebelumnya, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan Operasi Tangkap Tangan (OTT) terhadap Andi Merya Nur di Rumah Jabatan Bupati Koltim pada Selasa malam (21/9).

    Andi Merya Nur ditetapkan sebagai tersangka kasus korupsi suap dana hibah yang berasal dari Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Koltim pada Rabu (22/9).

  • Bupati Koltim Dipecat dari Partai Setelah Tersangka Korupsi, Pengamat Sebut Gerindra ‘Cuci Tangan’

    Bupati Koltim Dipecat dari Partai Setelah Tersangka Korupsi, Pengamat Sebut Gerindra ‘Cuci Tangan’

    KENDARI, SULTRAGO.ID – Setelah Bupati Kolaka Timur (Koltim) Andi Merya Nur ditetapkan tersangka kasus korupsi oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Partai Gerindra langsung mengusulkan pencabutan keanggotaannya.

    Usulan pemecatan dan pencabutan KTA Andi Merya Nur disampaikan langsung oleh Sekretaris DPD Partai Gerindra Sultra Syafarullah yang didampingi Bendahara Umum Andi Agus kepada awak media pada Kamis malam (23/9).

    Bahkan, Syafarullah menyatakan pihaknya tidak akan memberikan bantuan hukum terhadap kasus yang dialami Andi Merya Nur.

    “Tidak ada bantuan hukum, itu urusan dia karena dia yang berbuat. Untuk pengacara mungkin keluarganya yang akan siapkan, itu bukan menjadi urusan kita lagi,” ucapnya.

    Pengamat Politik Sultra Prof. Eka Syuaib menilai, partai besutan Prabowo Subianto itu telah lepas tangan terhadap kasus yang dialami Bupati Koltim yang sudah dinonaktifkan itu.

    “Padahal saat AMN terpilih, pernyataan bahwa satu komando untuk calon gubernur dari partai Gerindra. Lalu ketika ada kasus, langsung ada statemen seperti itu. Jadi, parpolnya lepas tangan dan cuci tangan,” ucap Dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Halu Oleo ini.

    Smentara Pengamat Politik Sultra lainnya, Dr. Najib Husain mengatakan, keputusan yang dilakukan oleh Partai Gerindra bertujuan untuk menyelamatkan citra partai dihadapan publik. Mengingat partainya memiliki niatan besar dalam Pemilu Serentak tahun 2024.

    “Apa yang terjadi di Kolaka Timur akan memberikan citra yang kurang baik terhadap partai yang dinaungi oleh Andi Merya Nur yaitu Partai Gerindra. Sehingga, partai harus berani menunjukan kepada publik bahwa siapa pun yang bersalah itu harus dihukum dan tidak bisa dilindungi, apalagi kasusnya ini agak sensitif yakni OTT dan itu sangat bisa mempengaruhi dan merusak citra partai,” bebernya.

  • Kronologi OTT Bupati Koltim Andi Merya Nur dan Kepala BPBD

    Kronologi OTT Bupati Koltim Andi Merya Nur dan Kepala BPBD

    KENDARI, SULTRAGO.ID – Bupati Kolaka Timur (Koltim) Andi Merya Nur terjaring Operasi Tangkap Tangan (OTT) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Selasa malam (21/9).

    Bupati Koltim yang belum genap 100 hari menjabat itu ditangkap di Rumah Jabatannya pada pukul 21.30 Wita.

    Setelah sebelumnya, KPK melakukan penangkapan terhadap Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Koltim, Ansarulah di Kos Nadine (belakang Masjid Raya Otawa) Desa Orawa, Kecamatan Tirawuta pada pukul 21.00 Wita.

    Usai dilakukan penangkapan, Bupati dan Kepala BPBD Koltim, serta empat orang lainnya, Briptu Randi (ADC), Brigadir Novriadi (ADC), Yuspika (ADC Sipil), serta Ake (Driver) dibawa ke Mapolda Sultra untuk dilakukan pemeriksaan lebih lanjut.

    Kabid Humas Polda Sultra, Kombes Pol Ferry Walintukan saat ditemui awak media membenarkan adanya penangkapan oleh KPK.

    Hingga menjelang siang, Rabu (22/9), terlihat KPK masih melakukan pemeriksaan di ruang Krimsus Polda Sultra.

    Pihaknya mengaku belum mengetahui pasti kasus korupsi yang menjerat Bupati Koltim dan berapa orang yang diperiksa KPK.

    “Terkait kasus apa yang dijerat kami belum tahu pastinya, kita tunggu bersama-sama perkembangannya,” ujar Ferry.