KONAWE KEPULAUAN, SULTRAGO.ID – Di Pulau Wawonii tepatnya di Kecamatan Wawonii Barat Kabupaten Konawe Kepulauan (Konkep) Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra) nampak berjejer rumah-rumah panggung di sepanjang pesisir. Hampir setiap rumah terlihat perahu motor kecil (3T) berbahan kayu dengan kapasitas tiga sampai lima orang itu terparkir di sisi belakang dan kiri atau kanan rumah warga.
Melihat pemandangan perahu dengan beragam warna itu, sekilas orang akan langsung dapat menerka bahwa hampir semua warga di wilayah pesisir sehari-hari beraktivitas sebagai nelayan.
Jika dilihat dari ukuran perahunya, dapat disimpulkan bahwa mereka merupakan nelayan kecil. Apalagi alat tangkap yang digunakan pun masih tergolong tradisional, yaitu rawai, bubu dan pancing. Sehingga hasil yang diperoleh pun terbilang pas-pasan untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari.
Menariknya, aktivitas menangkap ikan di Pulau Kelapa ini tidak hanya dilakukan oleh kepala keluarga. Namun, hampir semua ibu rumah tangga terlihat berperan aktif membantu pendapatan keluarga, baik dengan mendampingi suami melaut atau hanya sekedar mengelola dan menjual hasil tangkapan.
Pekerjaan yang dilakukan oleh perempuan di masa pra-panen dan pasca-panen juga tergolong cukup banyak, mayoritas perempuan nelayan bekerja lebih dari 17 jam dalam sehari dan sayangnya pekerjaan tersebut tidak diketahui.
Pekerjaan pra-panen bervariasi dari memperbaiki jaring, menyiapkan makanan dan logistik sebelum melakukan perjalanan. Sementara itu, kegiatan pasca-panen meliputi penanganan ikan, pengolahan hasil tangkapan hingga pemasaran ikan. Perempuan juga memainkan peran penting dalam rantai ekonomi perikanan melalui pembiayaan armada, pencatatan hasil tangkapan ikan serta pemasaran hasil tangkapan ikan.
Seperti yang dilakukan Nanni (43), warga Desa Langara Tanjung Batu, Kecamatan Wawonii Barat. Ibu dengan satu orang anak ini tidak ingin membebankan usaha memenuhi kebutuhan keluarga kecilnya hanya dilakukan oleh suaminya Rustam (47) seorang. Setiap hari ia akan bangun lebih awal sebelum matahari terbit untuk mempersiapkan kebutuhan keluarga dan perlengkapan suami mengarungi lautan.
Selama dua tahun terakhir, ia selalu menemani Rustam mengayuh perahu mencari ikan dari pukul 06.30 wita sampai pukul 11.00 wita. Setelah itu, Nanni akan memilah hasil tangkapan untuk dijual ke pasar, sedang sebagian sisanya akan ia masak untuk keluarga. Aktivitas ini rutin dilakukan setiap hari.
“Penghasilan kadang kurang, kadang juga penghasilan kisaran Rp200 ribu hingga Rp500 ribu per hari, tergantung cuaca dan rejeki,” kata Nanni, Selasa 30 Agustus 2022.
Upaya perempuan dalam menopang ekonomi keluarga juga dilakukan oleh Herlina (40), istri dari seorang nelayan yang juga tinggal di pesisir Desa Langara Tanjung Batu, Kecamatan Wawonii Barat. Herlina juga bercerita ihwal aktivitas yang biasa lakukan di pantai tersebut dan biasa ia lakukan sehari-hari.
Selain membantu suaminya Dahlan (36) menyiapkan perlengkapan melaut, ibu dari dua orang anak ini setiap harinya membuat makanan siap saji yang kemudian dijual melalui paltform media sosial berupa Facebook (FB). Melalui platform digital ini ia juga mejual hasil budidaya lobster sang suami.
“Saya beli ikan dan beberapa sayuran mentah, kemudian dimasak, selanjutnya dijual. Dalam sehari melalui penjualan ikan dan sayur, bersihnya saya dapat Rp 150 ribu per satu hari,” ujar Herlina.
“Kalau ada hasil tangkapan ikan dari suami, itu selain dikonsumsi untuk keluarga sendiri, saya jual mentah pertusuk,” ia menambahkan.
Selain menjual makanan, di waktu luang Herlina sering melakukan “meti-mati” alias mencari jenis biota laut seperti kerang yang dapat menjadi santapan di pinggiran pantai saat air laut mulai surut. Bahkan kerang tersebut dijual demi menambah pendapatan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.
Rata-rata para istri nelayan di Wawonii melakukan hal yang sama untuk membantu menopang perekomomian keluarga. Begitu halnya Linsah (49), istri dari Aco Salam (54), nelayan yang tinggal di Desa Langkowala, Kecamatan Wawonii Barat yang sehari-hari berperan menjual hasil tangkapan suami dan mencari kerang saat air laut surut.
Namun, berbeda dengan istri-istri nelayan pada umumnya, ternyata Lisnah juga berjuang untuk meningkatkan perekonomian keluarga nelayan kecil di lingkungan tempat tinggalnya. Usaha itu ia lakukan melalui kelomopok program Pengelolaan Akses Area Perikanan (PAAP) Wawonii sejak 2019.
Sebagai Kepala Divisi Pengenmbangan Ekonomi, Usaha Produktif dan Pemberdayaan Perempuan kelompok PAAP Wawonii, Lisnah aktif mengedukasi keluarga nelayan kecil dan nelayan tradisional terkait visi PAAP dalam meningkatkan pendapatan nelayan melalui kegiatan penangkapan ikan yang ramah lingkungan dan berkelanjutan.
Pihaknya juga telah merancang beberapa program untuk meningkatkan sumber daya manusia (SDM) nelayan baik laki-laki maupun perempauan, melalui kegiatan pelatihan kewirausahaan, pelatihan literasi keuangan, pelatihan pengolahan serta pelatihan pengembangan kelompok.
Selain itu, kelompok PAAP juga telah merancang program untuk meningkatkan nilai tambah ekonomi perikanan melalui kegiatan pengolahan ikan, melakukan pemasaran ikan yang sederhana melalui pemasaran ikan yang terorganisir oleh lembaga, dan melakukan kerjasama dengan pembeli keluar daerah.
Ia mengungkapkan, saat ini PAAP Wawonii juga sudah mengajukan proposal bantuan kepada Rare Indonesia untuk pembuatan pabrik es mini yang akan menjadi sarana usaha bersama keluarga nelayan kecil di Wawonii.
“Saya dan kawan-kawan yang tergabung dalam PAAP berinisiatif untuk membuat perkembangan ekonomi sosial di masyarakat melalui pengajuan itu, sehingga ke depan dengan dasar penjualan es, kami bisa kembangkan lagi dengan penjualan berbagai jenis kebutuhan nelayan,” kata Lisna, Senin 5 September 2022.
Lisna meyakini, program PAAP dalam jangka panjang akan memberikan manfaat kesejahteraan bagi keluarga nelayan kecil dan tradisional. Karena itu, ia tidak ingin manfaat ini hanya dirasakan oleh nelayan yang tergabung di dalam kelompok PAAP, namun dapat dirasakan oleh seluruh nelayan khususnya nelayan kecil di Wawonii.
“Kita ingin melihat keberhasilannya kedepan, supaya bukan cuma kita di PAAP yang merasakan, tetapi semua keluarga nelayan kecil di Wawonii,” ujarnya.
Melalui kelompok PAAP, Lisna juga ingin menunjukkan bahwa perempuan mampu berkontribusi lebih serta terlibat aktiv memperjuangkan ekonomi keluarga dan masyarakat di lingkungan tempat tinggalnya.
Ia berharap, edukasi yang telah dilakukan serta program-program yang telah disusun mendapat dukungan penuh dari semua pihak. Sehingga, tujuan PAAP dalam mendorong peningkatan perekonomian keluarga nelayan kecil di Wawonii dapat tercapai.
“Semoga ke depan PAAP bisa lebih diberikan ruang untuk pengembangan ekonomi masyarakat pada umumnya, dan pada masyarakat nelayan pada khususnya,” Lisna memungkas.
Tinggalkan Balasan