KENDARI, SULTRAGO.ID – Irjen Pol Yan Sultra Indrajaya, resmi diganti sebagai Kapolda Sulawesi Tenggara oleh Irjen Pol Teguh Pristiwanto berdasarkan surat telegram nomor ST/2278/X/KEP/202.
Sejak dilantik per 28 Agustus 2020 menjabat sebagai Kapolda Sulawesi Tenggara, Gerakan Pemuda Marhaenis (GPM) Sultra menilai Yan Sultra meninggalkan beberapa catatan kasus penting yang terbengkalai. Hal ini disampaikan Ketua Kaderisasi GPM, Aksaruddin saat menggelar konferensi pers di Wisma Bung Karno, Kendari (12/11).
“Kita apresiasi kinerja Pak Yan tapi kita juga memberikan rapor kuning atas kepemimpinannya sehingga hal ini bisa dituntaskan oleh Kapolda Baru,” ucap aktivis yang akrab disapa Bung Ochyt ini.
Selama menjabat Kapolda Sultra, Yan Sultra dianggap gagal menyelesaikan kasus penembakan 2 mahasiswa UHO dalam tragedi demonstrasi RUU KPK (29 September 2019) di halaman gedung DPRD Sultra.
“Catatan kelam ini akan terus menjadi legacy bagi institusi Polda Sultra, terlebih lagi pada saat kejadian Pak Yan ini menjadi Komando Lapangan sehingga secara hirarki bertanggungjawab atas penembakan yang dilakukan oleh bawahannya. Tentu selain kasus tersebut masih banyak kasus represif kepolisian dalam menghadapi masa demonstrasi,” jelasnya.
Selain itu, beberapa laporan aduan penambangan ilegal yang tidak mengalami perkembangan proses menambah catatan buruk mantan Kapolda ini. Sebut saja Dugaan Ilegal mining yang dilakukan oleh PT. Tristaco Mineral Makmur (TMM), dugaan ilegal mining yang dilakukan PT Trisula Bumi Anoa dengan kontraktor tambang PT Bumi Berkah Sejahtera yang telah dilaporkan ke Polda Sultra.
“Melalui Diskrimsus dugaan aktivitas ilegal PT. Trisula sudah dinyatakan status perkara naik ke tahap lidik dan menemukan beberapa bukti sehingga melakukan police line atas 7 dump truck dan 23 tumpukan ore nikel. Namun hingga kini belum memiliki kejelasan perkembangan kasus,” ungkapnya.
“Artinya unsurnya sudah cukup untuk segera menetapkan tersangka hingga penahanan terhadap Direktur sebagai penanggungjawab manajemen perusahaan. Penahanan dilakukan demi untuk kepentingan penyidikan, demi untuk kelancaran proses pemeriksaan,” ujarnya menambahkan.
Kasus lain yang tidak mampu dituntaskan Yan Sultra (eks Kapolda Sultra) terkait dugaan korupsi belanja makan dan minum rapat DPRD Sultra tahun anggaran 2020. Inspektorat Sulawesi Tenggara menemukan penyelewengan anggaran makan minum di Sekretariat DPRD Sultra senilai Rp363 juta.
“Kasus ini telah ditutup dengan alasan si terduga telah mengembalikan hasil korupsi padahal dalam UU Tipikor pengembalian tersebut tidak menghilangkan unsur pidana sebab korupsi masuk kategori delik formil” terang Ochyt.
Beberapa catatan buruk kinerja tersebut diharapkan menjadi bahan refleksi bagi Kapolda baru Sulawesi Tenggara untuk lebih baik memberikan pelayanan publik.
“Jadi Pak Teguh sebagai Kapolda baru nantinya, jika tidak mampu menuntaskan kasus seperti Pak Yan maka mending balik kanan aja deh. Mundur dari jabatan lebih terhormat dibanding menorehkan catatan yang lebih buruk dari sebelumnya,” tutup Ochyt.
Tinggalkan Balasan