KENDARI,SULTRAGO.ID – Forum Koordinasi Pencegahan Terorisme (FKPT) Sulawesi Tenggara mengajak perempuan menjadi perempuan teladan, optimis, dan produktif (TOP) viralkan perdamaian dalam pencegahan radikalisme dan terorisme.
Ajakan ini disampaikan FKPT Sultra melalui workshop Perempuan TOP Viralkan Perdamaian dengan tema Pelibatan Masyarakat dalam Pencegahan Terorisme yang digelar di Hotel Wonua Monapa, Kabupaten Konawe Selatan (Konsel), Kamis (4/8).
Kegiatan ini melibatkan organisasi masyarakat perempuan tokoh perempuan di Sultra. FKPT Sultra juga menghadirkan pengajar dan peneliti Program Vokasi Universitas Indonesia (UI) Mila Viendyasari, serta akademisi dari Universitas Halu Oleo (UHO) Amir Mahmud dan Sartiah Yusran.
Mewakili Kepala BNPT, Kasubag TU Inspektorat BNPT Amir Mahmud saat memberi sambutan mengatakan, terorisme merupakan kejahatan sangat luar biasa dan tindak pidana yang melanggar hak asasi manusia. Aksi inu dinilai dapat menimbulkan korban jiwa, kerusakan harta-benda, dan merusak stabilitas tatanan kehidupan bermasyarakat dan bernegara.
“Sehingga itu terorisme ini menjadi ancaman dalam perubahan modern saat ini, yang tidak memandang suku, ras, agama, dan golongan. Olehnya itu perlu keterlibatan semua pihak dalam penanganannya, termasuk perempuan,” ujarnya.
Disebutnya, berdasarkan hasil survey BNPT tahun 2020, aktor yang paling efektif dalam mereduksi potensi aksi radikalisme secara terus menerus adalah disimilasi sosial media, internalisasi kearifan lokal, perilaku kontra radikal, dan pola pendidikan keluarga pada anak.
Amir menjelaskan, perempuan memiliki peran yang sangat vital dan strategis dalam kehidupan keluarga maupun kehidupan bermasyarakat secara umum. Sehingga perannya dalam membentengi keluarga dan masyarakat dalam segala bentuk upaya penyebaran dan ajakan kelompok radikal dan terorisme, sangat penting.
“Dalam lingkungan keluarga, peran perempuan bisa menjadi magnet diskusi kepada suami maupun anak-anak berbagai hal, dan bisa menjadi filter awal atau pendeteksi awal dari setiap kejanggalan dalam keluarga masing-masing,” terangnya.
Selain itu, sambung Amir, peran perempuan dalam pencegahan radikalisme dan terorisme bisa dilakukan melalui pendidikan kepada anak maupun di lingkungan sekitarnya, dengan cara mengenalkan barang-barang, pertemanan, hingga pada ajaran agama yang dianut.
“Posisi perempuan sebagai ibu secara emosional lebih memiliki kedekatan terhadap anak, karena disitulah kunci penanaman karakter dan jati diri anak banyak bertumpu pada orang tua,” jelasnya.
Senada, Ketua FKPT Sultra Andi Intang Dulung menilai, terorisme saat ini masih menjadi ancaman nyata dan yang luar biasa bagi keutuhan negara kesatuan republik indonesia (NKRI). Karena itu, pihaknya menghadirkan berbagai Ormas tokoh perempuan dan perempuan peserta lainnya sejumlah 100 orang untuk menyatukan pemahaman mencegah radikalisme dan terorisme.
Peran perempuan atau ibu dalam mencegah penyebaran radikal dan terorisme sangat penting. Karena perempuan sangat dekat dengan anak, suami, keluarga atau lingkungan rumah tangga lainnya, yang dapat dilakukan melalui pendidikan, simpati, dan pemahaman-pemahaman positif tentang bahaya radikalisme,” jelasnya.
Ia mengungkapkan, saat ini perempuan juga bukan hanya bersifat simpati terhadap pemahaman radikal dan terorisme, tapi perempuan juga sudah ada yang menjadi pelaku terorisme. Fenomenanya, sudah ada perempuan yang terlibat dalam bom bunuh diri.
Olehnya itu, Andi Intang berharap, melalui kegiatan ini perempuan bisa menjadi kunci dan benteng bagi anak-anak dan keluarga dalam mencegah masuknya paham-paham radikalisme yang kini mulai menyasar anak usia dini, generasi muda, dengan menanamkan nilai-nilai pancasila, keagamaan, serta kearifan lokal.
“Mari kita bersama-sama mengedepankan kewaspadaan dan membentengi diri dari pengaruh radikalisme dan terorisme, karena penanganan terorisme ini tidak bisa hanya diserahkan kepada pihak kepolisian tetapi butuh sinergitas kepada semua pihak, termasuk Ormas-ormas tokoh perempuan sebagai garda terdepan dalam keluarga,” tuturnya.
Tinggalkan Balasan