Faisal Basri: Kebijakan Hilirisasi Hanya Untuk Mendukung Industrialisasi di China

JAKARTA, SULTRAGO.ID – Pengamat Ekonomi Nasional, Faisal Basri menilai kebijakan Pemerintah terkait hilirisasi (proyek smelter) di Indonesia hanya untuk mendukung industri di China.

Pasalnya, sejauh ini yang terjadi, hilirisasi hanya sebatas mengolah bahan baku, yang sejauh ini baru sekitar 25 persen. Namun hampir semua produk hilirisasi Indonesia diekspor, terutama ke China.

“Jadi sekali lagi saya tekankan, hilirasasi hanya untuk mendukung industrialisasi di China dan memberika keuntungan yang setinggi-tingginya bagi mereka,” ucap Faisal saat menjadi pembicara di Core Media Discussion Core Indonesia, Selasa (12/10).

Menurutnya, yang menjadi kelemahan Indonesia adalah, tidak adanya industrialisasi untuk menghasilkan penguatan struktur industri di dalam negeri dan mengisi hollow middle agar tidak terlalu bergantung pada bahan baku impor yang jumlahnya mencapai sekitar tiga perempat impor total.

Alumni Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia (FEUI) ini juga menilai, Pemerintah juga telah menciptakan kegaduhan baru dengan hendak meningkatkan batas yang boleh diekspor minimal 70 persen.

“Tidak ada gunanya juga kalau seluruhnya diekspor ke luar negeri dan seluruhnya juga dikasi tax holiday,” tuturnya.

Padahal, sambung Faisal, proyek smelter (hilirasasi) tidak ada dalam proyek strategis Nasional. Justru yang ada adalah proyek kawasan industri smelter, diantaranya kawasan indusdtri Bantaeng, Morowali, Konawe, Pulau Obi, dan Weda Bay.

Disebutnya, hilirisasi bertujuan untuk meningkatkan nilai tambah nasional. Namun pada kenyataannya, hingga saat ini baru memberikan nilai tambah sebesar 25 persen.

Selain itu, beberapa keuntungan yang diperoleh China dari proyek smelter diantaranya tidak membayar royalty, justru royalty dibayarkan oleh penambang. Kemudian, pengusaha smelter (asing) dapat laba, tidak bayar pajak badan karena dapat tax holiday (sampai 25 tahun), dan seluruh labanya dibawah pulang ke Negara asal.

Selain itu, harga produk tambang yang dibeli perusahaan smelter sangat murah, laba lebih besar dibanding smelter di negara asalnya, karena itu perusahaan asing berbondong-bondong masuk.

Perusahaan smelter tidak membayar PPN, semua barang yang diimpor oleh perusahaan smelter bebas bea masuk, serta bebas membawa puluhan ribu tenaga kerja asing tidak dengan visa pekerja sehingga tidak membayar pajak dan pungutan.

“Ini mega skandal yang tidak pernah terjadi sepanjang sejarah Indonesia. Negara dapat apa? Apakah kita akan mebiarkan pembodohan ini berlangsung terus-menerus?” pungkasnya.

Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *