KONKEP, SULTRAGO.ID – Derwan Pimpinan Daerah (DPD) II Partai Golkar Kabupaten Konawe Kepulauan (Konkep) targetkan kursi bupati pada Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2024 mendatang.
Hal itu ditegaskan Ketua DPD II Golkar Konkep, Muhammad Farid pada kegiatan jalan sehat dalam rangka memperingati hari jadi partai yang ke-58 tahun di Lapangan TPI Langara, Konkep, Munggu (16/10).
“Tentu kami sebagai kader Golkar harus siap memenangkan baik Pilcaleg maupun Pilkada. Apalagi kita memiliki banyak kader-kader potensial sehingga tidak ada alasan jika diamanahkan oleh partai untuk maju, maka kami siap maju merebut kursi bupati,” tegas Ketua Komisi III DPRD Konkep ini.
“Kami belum bisa memastikan apakah maju sebagai Calon Bupati ataukah Calon Wakil Bupati, semuanya tergantung pada dinamika yang akan berkembang pada 2024 nantinya. Yang pastinya, Golkar juga siap memimpin Konawe Kepulauan entah sebagai 01 ataupun 02,” ujar Farid.
Kemudian untuk target kursi di DPRD Konkep, partai berlambang beringin ini hanya menargetkan empat kursi, mengingat jumlah DPT Konkep yang hanya terdiri atas tiga Dapil.
“Kita rasional saja menjawab, target kita 4 kursi, tapi setidak-tidaknya kami masih bisa mempertahankan 3 kursi,” pungkas Farid.
KONKEP, SULTRAGO.ID – Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Konawe Kepulauan (Konkep) Armin mengatakan, beasiswa Wawonii Cerdas tahap I tahun 2022 dipastikan cair bulan ini.
“Beberapa tahapan beasiswa telah selesai diproses dan menunggu pengesahan APBD Perubahan dari pihak provinsi. Setelah pengesahan APBDP, dari pihak Kesra langsung mengajukn permintaan pencairan,” ungkapnya, Rabu (12/09).
Kabar gembira bagi para penerima beasiswa pendidikan tersebut juga disampaikan oleh Kepala Bagian Kesejahtraan Masyarakat Pemerintah Kabupaten Konkep Hj. Siti Sulaeha. Ia menyampaikan, saat ini pihaknya telah menyiapkan dokumen persiapan dan permintaan pencairan Beasiswa.
“Inshaallah setelah pengesahan APBD Perubahan langsung diproses,” ujarnya.
KONKEP, SULTRAGO.ID – Pembangunan tiga unit gedung SDN 3 Wawonii Utara, Kabupaten Konawe Kepulauan (Konkep) dihentikan sementara oleh ahli waris pemilik lahan.
Pasalnya, sebagai ahli waris, Rajiun mengaku tidak pernah menghibahkan lahannya untuk pembangunan gedung sekolah itu sebelumnya.
Ia menilai, akta hibah yang dikeluarkan pada tanggal 22 Desember 2017 lalu itu diduga palsu, sehingga berakibat pada sengketa lahan yang berkepanjangan.
“Kami sebagai ahli waris, sebelum dilanjutkan kembali pembangunannya, kami meminta kepada Pemda Konkep yang terkait, agar bertemu pemilik lahan sehingga bisa diterbitkan kembali akta hibah yang benar,” kata Rajiun didampingi ahli waris lainnya Rajali dan Jafar, Rabu (12/10).
Anehnya, dalam saksi Akta Hibah pada tahun 2017 lalu, disebutkan nama Ahmad B dan Imran. Namun kedua saksi ini mengaku tidak mengetahui hal tersebut.
“Kami tidak pernah tanda-tangan, apalagi mengetahui akta hibah yang diterbitkan, lalu tiba-tiba nama kami masuk sebagai saksi,” ungkap Ahmad.
Dikonfirmasi, Kepala Dinas Pendidikan Konkep, Armin mengakatakan belum mengetahui persoalan sengketa lahan tersebut.
“Belum ada, saya belum ke TKP, masih tugas luar. Coba hubungi kepala sekolahnya dulu,” ujar Armin.
Sementara itu, Kepala Sekolah SDN 3 Wawonii Utara saat diko firmasi belum memberikan tanggapan.
KONKEP, SULTRAGO.ID – Inspektorat Daerah Kabupaten Konawe Kepulauan (Konkep) Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra) melayangkan surat teguran terhadap puluhan Kepala Desa yang diduga menyalahi aturan, Selasa (11/10).
Pelanggaran yang dilakukan oleh para kepala desa yaitu melakukan pemberhentian perangkat desa tahun 2021 dan pengangkatan perangkat desa tahun 2022.
“Surat teguran untuk kepala desa yang melanggar aturan sudah ditanda-tangani oleh Bupati Konkep H. Amrullah pada tanggal 10 Oktober 2022 kemarin,” ungkap Muhtaruddin, Kepala Inspektorat Konkep.
Ia menegaskan, surat teguran tersebut berlaku mulai 11 Oktober 2022 hari ini, sehingga batas waktu yang diberikan kepada para kepala desa untuk mengembalikan jabatan perangkat desa tahun 2021 terhitung 14 hari.
Tidak hanya itu, para kepala desa juga diharuskan mengembalikan Anggaran Dana Desa (ADD) yang digunakan untuk pembayaran honor perangkat desa yang diangkat tahun 2022 selama 6 Bulan. Batas waktu untuk mengembalikan anggaran tersebut yaitu selama 60 hari, terhitung sejak dikeluarkannya surat teguran tersebut.
“Apabila mereka tidak mengindahkan, maka ini sudah jelas temuan dan tetap kita akan proses,” tegas Muhtaruddin.
Ia menambahkan, dalam surat teguran tersebut ditegaskan bahwa kepala desa juga melakukan penyalahgunaan kewenangan sehingga berimbas pada pengembalian. Dijelaskan, yang dimaksud pengembalian adalah, pengembalian jabatan perangkat desa tahun 2021 dan pengembalian anggaran honor perangkat desa yang dibayarkan oleh perangkat desa yang baru.
“Kami sudah konsultasi ke APH dan akan merekomendasikan bagi desa yang bermasalah terkait pemberhentian perangkat desa, lalu untuk pencairan anggaran tahap berikutnya, tidak bisa diproses sebelum polemik ini betul-betul selesai. Kalaupun dicairkan, maka itu akan menambah lagi kesalahannya dan bisa dijadikan temuan,” tandasnya.
KONKEP, SULTRAGO.ID – PT Gema Kreasi Perdana (GKP) kembali melakukan perbaikan jalan jalur Wawouso-Bobolio yang sebelumnya rusak parah akibat curah hujan tinggi.
PT GKP bersinergi bersama Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Konawe Kepalauan (Konkep) dalam penggunaan alat berat pada kegiatan perbaikan jalan Wowouso-Bobolio.
Kegiatan perbaikan jalan memakan waktu sekitar dua minggu, sejak tanggal 26 September 2022. Material perbaikan jalan jalan disuplai dari Roko Roko Raya, lokasi site GKP, berupa batu bolder dan pasir batu (situ). Dalam kegiatan ini menggunakan dua unit alat berat, eksacavator milik Dinas PU dan Bomaq milik PT GKP.
“Sebelumnya sudah tiga kali kita melakukan perbaikan jalan di wilayah Gunung Jati, namun curah hujan yang cukup tinggi, menyebabkan akses jalan tidak bisa dilewati oleh semua jenis kendaraan,” ungkap Aldo Satra, tim CSR GKP, Senin (3/10).
Aldo menyebutkan, jalan yang menuju Kecamatan Larangara, pusat pemerintahan Kabupaten Konawe Kepulauan (Konkep) tersebut dilakukan perbaikan sebanyak 17 titik, dengan akumulasi sepanjang lima kilometer.
“Sejak pertengahan Agustus, perbaikan jalan sudah direncanakan. Namun untuk pengerjaan masih menunggu musim panas datang. Kalau dipaksakan dikerjakan saat musim hujan, tentu tidak akan bertahan lama,” terangnya.
Kepala Teknik Tambang (KTT) PT GKP, Aep Khaeruddin menyampaikan bahwa, kegiatan perbaikan jalan area Gunung Jati merupakan salah satu agenda CSR sebagai bentuk tanggungjawab perusahaan. Mengingat jalur ini merupakan akses utama bagi semua masyarakat, terutama yang berada di wilayah selatan dan tenggara Pulau Wawonii.
Proses pengerjaan jalan Wawouso-Bonolio (Dok. PT GKP)
“Kegiatan ini juga merupakan bentuk sinergi dengan pemerintah daerah, sehingga harapan agar kehadiran perusahaan bisa memberi manfaat bagi daerah, benar benar dirasakan, salah satunya melalui kegiatan perbaikan infrastruktur ini,” imbuhnya.
Koordinator teknis perbaikan jalan PT GKP, Taufik Haryanto menjelaskan, salah satu tantangan dalam perbaikan jalan yang dilakukan adalah, lokasi pemuatan material yang cukup jauh, ditambah lagi beberapa kali selama kegiatan hujan masih turun meski sudah memasuki musim kemarau.
Meski demikian, lanjut dia, tidak menyurutkan semangat untuk terus melakukan kegiatan perbaikan jalan, bersama beberapa karyawan dan juga dukungan dari masyarakat dan anggota PPWS.
Lebih lanjut, Taufik menjelaskan, dalam kegiatan perbaikan jalan ini, batu bolder yang dibutuhkan sekitar 500 reit dan sirtu sebanyak 200 reit. Terdapat enam armada dumptruck yang dikerahkan untuk pengangkutan material ke lokasi.
“Alhamdulillah, hasil perbaikan memuaskan dan semoga akses masyarakat menuju dan dari Langara, lancar dan tidak terhambat lagi,” ungkap Taufik.
Camat Wawonii Tenggara, Iskandar menilai, perbaikan jalan yang dilakukan PT GKP sangat membantu dalam memudahkan jalannya kegiatan pemerintahan di wilayah tersebut.
“Kita susah sekali kalau ada dinas ke Langara. Makanya kita sangat berterima kasih dengan kegiatan perbaikan jalan yang dilakukan GKP,” tuturnya.
Senada, tokoh pemuda Wawonii Selatan, Mihdar mengapresiasi atas inisiatif yang dilakukan PT GKP. Sebab sudah lebih dari dua bulan, akses menuju dan dari Langara terhambat. Praktis, tidak ada kendaraan yang bisa lewat.
“Kalaupun bisa lewat, hanya roda dua. Itupun dengan usaha yang berat sekali. Jadi, harus bersyukur atas inisiatif GKP dalam melakukan perbaikan jalan area Gunung Jati ini,” jelas Ketua Pemuda Pemudi Wawonii Selatan (PPWS) ini.
KONKEP, SULTRAGO.ID – Ketua Komisi I DPRD Sulawesi Tenggara Rifki Saifulallah Razak mengawali reses masa sidang ketiga di Desa Wungkolo dan Desa Wawoone, Kecamatan Wawonii Selatan, Kabupaten Konawe Kepulauan, Sabtu (1/10).
Ratusan masyarakat Kecamatan Wawonii Selatan terlihat antusias mengikuti reses yang digelar politisi muda Partai Demokrat itu yang berlangsung di Desa Wawoone.
“Saya datang untuk menyerap aspirasi masyarakat, sehingga bisa kita perjuangkan entah itu di provinsi atau di kabupaten,” ungkap Rifki.
Rifki mengatakan, yang menjadi fokus utama di sisa masa jabatannya ialah pembangunan jalan sepanjang 27 kilometer di Daerah Pemilihannya.
Kepala Desa Wungkolo, Hamsu menyampaikan, saat ini masyarakat membutuhkan pembangunan jalan produksi yang layak bagi petani desa.
“Akibat wabah Covid 19, terjadi perubahan prioritas penggunaan dana desa, sehingga kita tidak bisa membangun jalan produksi yang layak bagi para petani,” ungkapnya.
Hamsu juga menyampaikan, Desa Wungkolo dikenal sebagai penghasil kepiting, namun yang menjadi permasalahan yaitu fasilitas alat tangkap dan penangkaran kepiting yang ada belum memadai. Selain itu, desanya juga mempunyai hutan bakau yang berpotensi menjadi objek wisata desa.
“Kami mengharapkan agar apa yang menjadi aspirasi masyarakat dapat terealisasi,” harapnya.
Sementara itu, Kepala Desa Wawoone, Taiyeb mengungkapkan, desanya cukup dikenal dengan potensi wisata. Namun infrastruktur jalan yang belum bisa diakses sehingga belum menarik wisatawan untuk datang.
“Potensi sumber daya alam kami begitu banyak, mulai dari air panas, danau, air terjun, dan puncak yang bagus bagi yang suka camping,” sebutnya.
Taiyeb juga meminta agar dibangun drainase, sebab setiap kali terjadi hujan, air akan tergenang di depan rumah warga, bahkan tidak jarang air masuk sampai ke dalam rumah.
“Kalau bisa Mas Rifki dibuatkan drainase agar tidak ada lagi genangan air yang meresahkan warga,” harapnya.
KONAWE KEPULAUAN, SULTRAGO.ID – Program Pengelolaan Akses Area Perikanan (PAAP) yang dicanangkan oleh organisasi konservasi internasional, Rare Indonesia bersama Dinas Perikanan telah hadir di Pulau Wawonii Kabupaten Konawe Kepalauan (Konkep) sejak awal tahun 2019.
Dalam Dokumen Rencana Pengelolaan Akses Area Perikanan (RPAAP) Wawonii tercatat usulan kawasan PAAP mencakup 47 desa yang tersebar di Kecamatan Wawonii Barat, Wawonii Utara dan Wawonii Timur Laut. Terdapat 17.284 jiwa penduduk di usulan kawasan PAAP yang terdiri dari 368 orang nelayan dan 150 rumah tangga perikanan.
PAAP disosialisasikan di Wawonii sejak awal tahun 2019, kemudian terbentuk kelompok PAAP pada 13 Februari 2019. Kelompok yang menghimpun nelayan kecil dan nelayan tradisional di tiga kecamatan itu pun resmi memiliki akta notaris pada 3 Februari 2020.
Kegiatan pembemtukan kelompok PAAP Wawonii.(Foto: Dok. Dinas Perikana. Konkep).
Tujuan program PAAP di Wawonii adalah untuk meningkatkan pendapatan nelayan melalui pemanfaatan sumberdaya ikan secara berkelanjutan. Kemudian meningkatkan peran serta kesetaraan laki-laki dan perempuan dalam masyarakat untuk pengelolaan perikanan. Namun, selama tiga tahun berjalan, pelaksanaan program ini nampaknya belum berdampak signifikan terhadap perekonomian nelayan kecil dan nelayan tradisional.
Sebagaimana diungkapkan Rustam (47), salah seorang nelayan di Desa Langara Tanjung Batu Kecamatan Wawonii Barat. Nelayan yang masuk dalam kelompok nelayan PAAP ini mengatakan, aktivitas dan pendapatannya sebagai nelayan tangkap masih sama sebelum dan sesudah adanya program PAAP. Ia yang didampingi isterinya Nanni (43) setiap hari berangkat melaut dari pukul 06.30-11.00 Wita itu memperoleh pendapatan Rp200 hingga Rp500 ribu dari hasil tangkapannya.
Kendati demikian, nelayan yang sehari-hari melaut menggunakan perahu motor 3GT berkapasitas tiga orang dengan konsumsi 5 liter solar ini mengatakan, keberadaan program PAAP setidaknya telah menambah pengetahuan dirinya terkait aturan penangkapan berkelanjutan bagi nelayan kecil.
Rustam (47) dan Nani (43), keluarga nelayan kecil di Desa Langara Tanjung Batu, Kecamatan Wawonii Barat, Konkep. (Foto: Amal).
“Fokus pada dampak ekonomi, sejauh ini masih sama saja dengan sebelum PAAP dibentuk. Karena memang selama tiga tahun ini PAAP masih dalam tahapan sosialisasi,” kata pria yang sudah 17 tahun menjadi nelayan di Wawonii Barat ini, Selasa 30 Agustus 2022.
Ayah dengan satu orang anak ini mengatakan, kendala yang dihadapi saat ini yaitu masih maraknya aktivitas penangkapan ikan menggunakan bahan peledak. Hal ini dianggap mengganggu aktivitas penangkapannya sebagai nelayan tradisional yang hanya menggunakan alat tangkap berupa rawai, bubu dan pancing.
“Saya berharap semoga kedepan PAAP mampu dan mempunyai legalitas terkait pengawasan nelayan terutama yang menggunakan bom untuk menangkap ikan agar di amankan kepada pihak yang berwajib. Minimal PAAP bekerja sama dengan pihak-pihak yang berwewenang dengan itu,” ujar Rustam.
Sementara itu, Ketua Kelompok PAAP Wawonii, Muhammad Fahri menjelaskan, saat ini kelompok PAAP Wawonii memiliki 30 orang anggota aktif yang tersebar di tiga kecamatan. Sejak terbentuk, kelompok ini aktif melakukan sosialisasi serta edukasi kepada nelayan kecil dan tradisional terkait penegakan aturan tentang penagkapan ikan secara ramah lingkungan dan berkelanjutan.
Kegiatan penyusunan Perberkades untuk mendukung program PAAP di Wawonii. (Foto: Dokumen Dinas Perikanan Konkep).
“Hampir setiap bulan itu kita sosialisasi baik melalui media sosial, cetak berupa baliho dan spanduk, iklan video pendek serta sosialisasi langsung ke masyarakat dengan mengadakan pertemuan ditiap wilayah. Terakhir kami ada pertemuan di kantor bupati, kami telah membuat dan menandatangani kesepakatan bersama untuk membuat Peraturan Bersama Kepala Desa atau Perberkades bersama seluruh stakeholder, yaitu pemda dalam hal ini dinas perikanan, para kepala desa, babinsa, babinkamtibmas serta para pemangku kebijakan,” kata Fahri, Senin 29 Agustus 2022.
Ia mengungkapkan, nelayan kecil dan tradisional di Wawonii melakukan penangkapan ikan menggunakan alat tangkap berupa rawai, bubu serta pancing. Kegiatan penangkapan umumnya dilakukan oleh laki-laki, sedangkan kegiatan pasca penangkapan lebih dominan dilakukan oleh perempuan, mulai dari mengambil ikan di perahu, menyeleksi dan menjual hasil tangkapan serta mengolah ikan yang tidak habis terjual menjadi ikan asin atau ikan kering.
Rata-rata pendapatan keluarga nelayan tangkap dari aktivitas tersebut, kata Fahri, sebesar Rp200 sampai Rp500 ribu per hari, dan hal itu tidak dipengaruhi oleh keberadaan PAAP.
“Kondisi ekonomi nelayan itu masih sama saja sebelum dan sesudah adanya PAAP, karena memang kita masih pada tahap sosialisasi dan mengedukasi masyarakat nelayan,” Fahri menambahkan.
Kegiatan penyusunan dokumen RPAAP Wawonii. (Foto: Dinas Perikanan Konkep).
Berbagai hambatan yang dihadapi diantaranya, wilayah PAAP di Wawonii mencakup tiga kecamatan sehingga masih sulit diakses secara menyeluruh. Hambatan terbesar adalah kurangnya kesadaran masyarakat nelayan dalam melakukan penangkapan ikan secara berkelanjutan.
“Masih banyak masyarakat nelayan yang melakukan illegal fishing. Kalau kita menyampaikan program ini, ada masyarakat yang menerima dan ada juga yang tidak mau menerima, sebab masyarakat kita disini sudah terbiasa dengan hal-hal yang instan seperti menangkap ikan dengan bom, racun dan cara-cara merusak lainnya,” kata Fahri.
Fahri menyadari, perjuangannya bersama kelompok PAAP untuk memberikan dampak posotif terhadap perekonomian nelayan kecil memang tidak semudah membalikan telapak tangan. Namun ia meyakini, program ini dalam jangka panjang mampu mengatasi akar permasalahan pengelolaan perikanan, diantaranya penangkapan ikan yang merusak (illegal fishing), persaingan dengan nelayan luar, konflik pemanfaatan sumber daya ikan, pemasaran hasil perikanan, serta lemahnya penegakkan aturan.
Ia mengungkapkan, saat ini PAAP Wawonii telah menyusun dokumen RPAAP yang yang memuat tujuan dan strategi sebagai pedoman dalam melaksanakan pengelolaan perikanan untuk mencapai tujuan meningkatkan pendapatan nelayan kecil dan tradisional. Diantaranya, meningkatkan ketaatan dalam penerapan aturan yang ada di PAAP dan peraturan perundang-undangan perikanan yang berlaku melalui kegiatan sosialisasi kepada seluruh nelayan dan masyarakat di kawasan serta meningkatkan partisipasi semua stakeholder dalam penerapan aturan.
Kemudian, meningkatkan SDM nelayan (laki-laki dan perempauan) melalui kegiatan pelatihan kewirausahaan, pelatihan literasi keuangan, pelatihan pengolahan serta pelatihan pengembangan kelompok. Selain itu, meningkatkan nilai tambah ekonomi perikanan melalui kegiatan pengolahan ikan, melakukan pemasaran ikan yang sederhana melalui pemasaran ikan yang terorganisir oleh lembaga dan langsung melakukan kerjasama dengan pembeli keluar daerah.
Untuk itu, pihaknya berharap dukungan penuh dari semua pihak, baik pemerintah daerah, aparat penegak hukum serta seluruh masyarakat khususnya nelayan di Wawonii agar kegiatan-kegiatan PAAP dapat berjalan dengan baik. Termasuk tumbuhnya kesadaran dari masyarakat nelayan dalam pemanfaatan sumber daya laut secara ramah lingkungan dan berkelanjutan.
“Harapannya, semua program PAAP dapat berjalan dengan baik, sehingga apa yang diharapkan yaitu bagaimana pemafaatan sumber daya laut itu ramah lingkungan, hasil tangkapan masyarakat mencukupi untuk menopang pendapatan yang layak bagi nelayan kecil dan nelayan tradisional,” harapnya.
Fungsional Perencana Dinas Perikanan Konkep, Aris Laria.
Senada, Fungsional Perencana Dinas Perikanan Konkep, Aris Laria menilai dampak keberadaan PAAP belum dirasakan oleh nelayan kecil dan nelayan tradisional di Wawonii. Pasalnya, selaku tim implelentasi, pihaknya masih fokus pada sosialisasi pengenalan program di masyarakat nelayan.
Selain keterbatasan dalam hal kewenangan untuk melakukan pengawasan dan penindakan, kendala terbesar dari penerapan PAAP ini adalah kurangnya kesadaran dari masyarakat nelayan itu sendiri, dimana masih banyak aktivitas penangkapan yang dilakukan masih menggunakan cara-cara yang merusak.
“Ini memang membutuhkan perhatian lebih serius baik dari Pemerintah Daerah Provinsi dan Kabupaten, aparat penegak hukum, maupun dari Rare Indonesia. Sebab kendala terbesar kami disini itu bagaimana merubah pola pikir masyarakat kita, dan itu tidak semudah membalik telapak tangan,” tutur Aris.
Kunjungan Tim Jurnalis Fellowship Program PAAP di Kantor Dinas Perikanan Konkep.
Program Implementasi Associate Rare Indonesia, Tarlan Subarno mengatakan, secara umum tujuan hadirnya program PAAP adalah mendorong konservasi wilayah laut dan perikanan dengan pendekatan pemberdayaan masyarakat, kebijakan tata kelola dan pendanaan berkelanjutan. Program ini diharap dapat memberikan banyak manfaat bagi nelayan kecil dan masyarakat pesisir pada umumnya.
Di Sultra, program PAAP telah berjalan sejak 2017 dengan 11 kabupaten pesisir sebagai sasaran implementasi program. Provinsi ini sekaligus menjadi pilot project perdana mitra implementasi PAAP oleh Rare Indonesia. PAAP mengedepankan pentingnya mengelola ekosistem secara holistik agar jasa lingkungan dapat terjaga dengan baik.
Dalam pelaksanaannya, program PAAP ini sendiri mendorong masyarakat pesisir membentuk kelompok, membuat kawasan larang ambil, mendefinisikan kawasan memancingnya, melakukan kegiatan penjangkauan dan melaksanakan kampanye perubahan perilaku.
Rare Indonesia menyadari bahwa keberhasilan program tidak luput dari pemahaman yang tepat dari berbagai pemangku kepentingan agar dapat mendorong pengarusutamaan PAAP sebagai pendekatan pengelolaan perikanan skala kecil di Sultra.
Khusus di Pulau Wawonii, belum dirasakannya manfaat dari program PAAP diakuinya karena ada beberapa kendala yang dihadapi, diantaranya masih sulit untuk menyatukan semua stakeholder agar bergerak bersama melakukan pengelolaan sesuai perannya masing_masing. Kemudian kondisi geografis yang cukup luas membuat penyampaian informasi ke masyarakat masih jadi kendala.
“Sertaintegrasi kegiatan pada rencana kerja pemerintah juga masih jadi kendala tapi pelanpelan sudah mulai ditemukan simpul-simpul irisannya,” kata Tarlan. Ia mengatakan, langkah yang akan terus dilakukan Rare agar program ini dapat bermanfaat bagi masyarakat Wawonii yakni mensupport pemerintah untuk penguatan kapasitas kelompok masyarakat (PAAP) agar dapat menjalankan rencana PAAP, kemudian mendorong kampanye perubahan perilaku agar makin banyak nelayan/pengguna sumber daya yang mengetahui dan merubah kebiasaan menangkap ikannya, agar lebih ramah lingkungan dan memperhatikan keberlanjutan.
Hal ini juga dilakukan agar kondisi sumberdaya berangsur pulih. Sebab, jika ketersediaan ikan bisa dipertahankan atau ditingkatkan maka sumber mata pencaharian nelayan bisa tetap dipertahankan, kalau stok ikan meningkat maka harapannya jumlah tangkapan juga meningkat, secara tidak langsung juga akan meningkatkan penghasilan nelayan.
“Pendeknya dengan PAAP untuk mempertahankan/meningkatkan stok sumberdaya ikan supaya mudah ditangkap oleh nelayan. Ada juga rencana mensupport/memfasilitasi lahirnya kebijakan-kebijakan baru di tingkat Kabupaten Konkep agar menjadi rujukan pengarusutamaan sektor kelautan dan perikanan untuk pembangunan ke depan. Ini sesuai salah satu tujuan pembangunan berkelanjutan atau sustainabledevelopmentgoals,” Tarlan memungkas.
Untuk diketahui, di wilayah PAAP Wawonii sebelumnya telah terbentuk organisasi masyarakat baik Koperasi Nelayan, Kelompok Usaha Bersama (KUB), Kelompok Pengolah Ikan, dan Badan Usaha Milik Desa (BUMDes). Koperasi Nelayan terdapat di Kelurahan Langara Laut Kecamatan Wawonii Barat, pengolah ikan ada di Desa Langara Tanjung Batu Kecamatan Wawonii Barat sedangkan KUB dan BUMDES tersebar di hampir setiap desa. Hal ini akan menjadi fokus dalam program PAAP Wawonii sehingga dapat berkontribusi pada perekonomian masyarakat nelayan khususnya nelayan kecil dan nelayan tradisional.
KONAWE KEPULAUAN, SULTRAGO.ID – Di Pulau Wawonii tepatnya di Kecamatan Wawonii Barat Kabupaten Konawe Kepulauan (Konkep) Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra) nampak berjejer rumah-rumah panggung di sepanjang pesisir. Hampir setiap rumah terlihat perahu motor kecil (3T) berbahan kayu dengan kapasitas tiga sampai lima orang itu terparkir di sisi belakang dan kiri atau kanan rumah warga.
Melihat pemandangan perahu dengan beragam warna itu, sekilas orang akan langsung dapat menerka bahwa hampir semua warga di wilayah pesisir sehari-hari beraktivitas sebagai nelayan.
Jika dilihat dari ukuran perahunya, dapat disimpulkan bahwa mereka merupakan nelayan kecil. Apalagi alat tangkap yang digunakan pun masih tergolong tradisional, yaitu rawai, bubu dan pancing. Sehingga hasil yang diperoleh pun terbilang pas-pasan untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari.
Rumah-rumah panggung nelayan kecil di peisisir Pulau Wawonii, Kabupaten Konawe Kepulauan (Foto: Amal)
Menariknya, aktivitas menangkap ikan di Pulau Kelapa ini tidak hanya dilakukan oleh kepala keluarga. Namun, hampir semua ibu rumah tangga terlihat berperan aktif membantu pendapatan keluarga, baik dengan mendampingi suami melaut atau hanya sekedar mengelola dan menjual hasil tangkapan.
Pekerjaan yang dilakukan oleh perempuan di masa pra-panen dan pasca-panen juga tergolong cukup banyak, mayoritas perempuan nelayan bekerja lebih dari 17 jam dalam sehari dan sayangnya pekerjaan tersebut tidak diketahui.
Pekerjaan pra-panen bervariasi dari memperbaiki jaring, menyiapkan makanan dan logistik sebelum melakukan perjalanan. Sementara itu, kegiatan pasca-panen meliputi penanganan ikan, pengolahan hasil tangkapan hingga pemasaran ikan. Perempuan juga memainkan peran penting dalam rantai ekonomi perikanan melalui pembiayaan armada, pencatatan hasil tangkapan ikan serta pemasaran hasil tangkapan ikan.
Aktivitas istri nelayan saat menjemput hasil tangkapan ikan suami.(Foto: Amal).
Seperti yang dilakukan Nanni (43), warga Desa Langara Tanjung Batu, Kecamatan Wawonii Barat. Ibu dengan satu orang anak ini tidak ingin membebankan usaha memenuhi kebutuhan keluarga kecilnya hanya dilakukan oleh suaminya Rustam (47) seorang. Setiap hari ia akan bangun lebih awal sebelum matahari terbit untuk mempersiapkan kebutuhan keluarga dan perlengkapan suami mengarungi lautan.
Selama dua tahun terakhir, ia selalu menemani Rustam mengayuh perahu mencari ikan dari pukul 06.30 wita sampai pukul 11.00 wita. Setelah itu, Nanni akan memilah hasil tangkapan untuk dijual ke pasar, sedang sebagian sisanya akan ia masak untuk keluarga. Aktivitas ini rutin dilakukan setiap hari.
“Penghasilan kadang kurang, kadang juga penghasilan kisaran Rp200 ribu hingga Rp500 ribu per hari, tergantung cuaca dan rejeki,” kata Nanni, Selasa 30 Agustus 2022.
Upaya perempuan dalam menopang ekonomi keluarga juga dilakukan oleh Herlina (40), istri dari seorang nelayan yang juga tinggal di pesisir Desa Langara Tanjung Batu, Kecamatan Wawonii Barat. Herlina juga bercerita ihwal aktivitas yang biasa lakukan di pantai tersebut dan biasa ia lakukan sehari-hari.
Selain membantu suaminya Dahlan (36) menyiapkan perlengkapan melaut, ibu dari dua orang anak ini setiap harinya membuat makanan siap saji yang kemudian dijual melalui paltform media sosial berupa Facebook (FB). Melalui platform digital ini ia juga mejual hasil budidaya lobster sang suami.
Aktivitas istri nelayan saat menjemput hasil tangkapan ikan suami.(Foto: Amal).
“Saya beli ikan dan beberapa sayuran mentah, kemudian dimasak, selanjutnya dijual. Dalam sehari melalui penjualan ikan dan sayur, bersihnya saya dapat Rp 150 ribu per satu hari,” ujar Herlina.
“Kalau ada hasil tangkapan ikan dari suami, itu selain dikonsumsi untuk keluarga sendiri, saya jual mentah pertusuk,” ia menambahkan.
Selain menjual makanan, di waktu luang Herlina sering melakukan “meti-mati” alias mencari jenis biota laut seperti kerang yang dapat menjadi santapan di pinggiran pantai saat air laut mulai surut. Bahkan kerang tersebut dijual demi menambah pendapatan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.
Rata-rata para istri nelayan di Wawonii melakukan hal yang sama untuk membantu menopang perekomomian keluarga. Begitu halnya Linsah (49), istri dari Aco Salam (54), nelayan yang tinggal di Desa Langkowala, Kecamatan Wawonii Barat yang sehari-hari berperan menjual hasil tangkapan suami dan mencari kerang saat air laut surut.
Namun, berbeda dengan istri-istri nelayan pada umumnya, ternyata Lisnah juga berjuang untuk meningkatkan perekonomian keluarga nelayan kecil di lingkungan tempat tinggalnya. Usaha itu ia lakukan melalui kelomopok program Pengelolaan Akses Area Perikanan (PAAP) Wawonii sejak 2019.
Kegiatan penyusunan dokumen RPAAP Wawonii.(Foto: Dok. Dinas Perikanan Konkep).
Sebagai Kepala Divisi Pengenmbangan Ekonomi, Usaha Produktif dan Pemberdayaan Perempuan kelompok PAAP Wawonii, Lisnah aktif mengedukasi keluarga nelayan kecil dan nelayan tradisional terkait visi PAAP dalam meningkatkan pendapatan nelayan melalui kegiatan penangkapan ikan yang ramah lingkungan dan berkelanjutan.
Pihaknya juga telah merancang beberapa program untuk meningkatkan sumber daya manusia (SDM) nelayan baik laki-laki maupun perempauan, melalui kegiatan pelatihan kewirausahaan, pelatihan literasi keuangan, pelatihan pengolahan serta pelatihan pengembangan kelompok.
Selain itu, kelompok PAAP juga telah merancang program untuk meningkatkan nilai tambah ekonomi perikanan melalui kegiatan pengolahan ikan, melakukan pemasaran ikan yang sederhana melalui pemasaran ikan yang terorganisir oleh lembaga, dan melakukan kerjasama dengan pembeli keluar daerah.
Ia mengungkapkan, saat ini PAAP Wawonii juga sudah mengajukan proposal bantuan kepada Rare Indonesia untuk pembuatan pabrik es mini yang akan menjadi sarana usaha bersama keluarga nelayan kecil di Wawonii.
“Saya dan kawan-kawan yang tergabung dalam PAAP berinisiatif untuk membuat perkembangan ekonomi sosial di masyarakat melalui pengajuan itu, sehingga ke depan dengan dasar penjualan es, kami bisa kembangkan lagi dengan penjualan berbagai jenis kebutuhan nelayan,” kata Lisna, Senin 5 September 2022.
Kegiatan sosialisasi Rare kepada Kelompok PAAP Wawonii terkait pembahasan jenis, ukuran dan jumlah ikan yang diperbolehkan untuk ditangkap. (Foto: Dok. Dinas Perikanan Konkep).
Lisna meyakini, program PAAP dalam jangka panjang akan memberikan manfaat kesejahteraan bagi keluarga nelayan kecil dan tradisional. Karena itu, ia tidak ingin manfaat ini hanya dirasakan oleh nelayan yang tergabung di dalam kelompok PAAP, namun dapat dirasakan oleh seluruh nelayan khususnya nelayan kecil di Wawonii.
“Kita ingin melihat keberhasilannya kedepan, supaya bukan cuma kita di PAAP yang merasakan, tetapi semua keluarga nelayan kecil di Wawonii,” ujarnya.
Melalui kelompok PAAP, Lisna juga ingin menunjukkan bahwa perempuan mampu berkontribusi lebih serta terlibat aktiv memperjuangkan ekonomi keluarga dan masyarakat di lingkungan tempat tinggalnya.
Ia berharap, edukasi yang telah dilakukan serta program-program yang telah disusun mendapat dukungan penuh dari semua pihak. Sehingga, tujuan PAAP dalam mendorong peningkatan perekonomian keluarga nelayan kecil di Wawonii dapat tercapai.
“Semoga ke depan PAAP bisa lebih diberikan ruang untuk pengembangan ekonomi masyarakat pada umumnya, dan pada masyarakat nelayan pada khususnya,” Lisna memungkas.
KONKEP, SULTRAGO.ID – Desa Wawoone, Kecamatan Wawonii Selatan, Kabupaten Konawe Kepulauan (Konkep) Sulawesi Tenggara (Sultra) Gelar Musyawarah Desa (Musdes) penyusunan Rencana Kerja Pemerintah Desa (RKPDes) ditahun 2023 mendatang di Balai Desa Wawoone, sabtu (17/9).
Sekretaris Desa (Sekdes) Wawoone Muh Abduh mengungkapkan, Musdes ini merupakan kegiatan awal sebelum dilakukannya Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrembang) Desa Wawoone.
“Setelah anggaran untuk tahun 2023 sudah ada, kami akan segera melakukan Musrembang dan juga memilah mana yang menjadi program prioritas,” Jelasnya.
Ia menambahkan, Program prioritas desa nantinya akan ditentukan berdasarkan besarnya anggaran ditahun 2023 mendatang.
Berikut hasil Musdes penyusunan RKPDes ditahun anggaran 2023.
Pertanian
Bibit pala/ Kelapa genja
Pagar penghalang hewan
Sensor mini
Hansplayer (cas)
Pestisida/ Herbisida
Pengolahan sagu
Peternakan.
Bibit sapi
Nelayan
Perlengkapan alat alat Nelayan (Pukat, Kapal, dll)
Pertukangan
Alat alat Mobiler, ( Skap listrik, profil, pahat, dll)
KENDARI, SULTRAGO.ID – Produk unggulan ekonomi kreatif Pulau Wawonii Kabupaten Konawe Konawe Kepulauan (Konkep) telah ditampilkan pada ajang Pekan Produk Unggulan Ekonomi Kreatif Sulawesi Tenggara (Sultra) 2022 yang digelar di Claro Hotel Kendari pada tanggal 7 September 2022.
Program Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sultra ini dianggap sangat tepat karena telah memberikan ruang antara pemerintah, pelaku ekonomi kreatif dan komunitas ekraf untuk meningkatkan kualitas serta mempromosikan produk-produk unggulan ekraf dari 17 kabupaten/kota di Sultra.
Pemda Konkep melalui Bidang Ekraf Disparmudora Konkep mengajak komunitas Forum Ekonomi Kreatif dan UMKM Wawonii dan para pelaku serta kelompok UMKM berkolaborasi ikut serta pameran produk unggulan ekraf Sultra. Kabid Ekraf Konkep, Jumin, menyatakan produk unggulan Wawonii yang dipamerkan pada ajang tersebut antara lain subsektor tenunan, kuliner, kerajinan, dan fashion.
“Tenun motif Kalapaya Wawonii dan Fashion adalah kaos Kolosua. Subsektor kerajinan yaitu anyaman tas plastik, bahan bakunya dari limba plastic masyarakat, kerajinan tas tempurung kelapa dan anyaman tikar Kolosua. Sedangkan subsektor kuliner yaitu kripik ampas kelapa,kembang gula kelapa, kripik kelapa, jambu mete dan ranggina ubi.,” sebut Kabid Ekraf Konkep, Jumin kepada Sultrago.id usai kegiatannya pada Kamis (8/9).
Menurut Jumin, semua produk ekraf Wawonii yang dipamerkan sudah memiliki kualitas baik dan daya saing yang baik. Meski begitu, pihaknya akan terus mendorong para pelaku agar terus berinovasi, khususnya pada desain kemasan produk.
“Produk sudah bagus. Kemasannya yang perlu perbaiki para pelaku ekraf. Seperti kemasan produk kripik kelapa dan jambu mete oleh kelompok UMKM dari Wawonii Tenggara binaan PT GKP itu sudah layak pasar kemasannya,” katanya.
Lebih jauh dikatan Jumin, produk unggulan ekraf Wawonii yang dipamerkan memiliki daya Tarik tersendiri. Betapa tidak, produk tersebut kebanyakan produk dengan identitas daerah Wawonii atau Kabupaten Konawe Kepulauan yaitu “Kelapa”. Sehingga banyak orang menyebut daerah itu dengan julukkan Pulau Kelapa.
“Begitu juga pada produk ekonomi kreatif banyak produk yang bahan bakunya dari bahan kelapa. bahkan setau saya baru di Wawonii ada cemilan kripik kelapa, kripik tepung ampas kelapa. dan ini kualitasnya bagus tinggal desain kemasannya untuk kripik tepung ampas kelapa. sehingga perlu berkolaborasi para pelaku, kelompok dan komunitas untuk meningkatkan produk ekraf Wawonii, tandasnya.