KONKEP, SULTRAGO.ID – Kasus Stunting di indonesia khususnya Kabupaten Konawe Kepulauan (Konkep) Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra) tidak bisa dipandang sebelah mata, karena pada dasarnya Stunting merupakan salah satu kekurangan energi kronis yang sebabkan kurangnya zat Gizi dalam waktu yang cukup lama, sehingga mengganggu tumbuh kembang pada anak.
Tidak bisa dipungkiri, setiap desa memiliki kasus Stunting. Bahakan di Konkep meningkat drastis dari tahun ke tahun. Hal ini diakibatkan karena pola asuh, pola makan, dan pengetahuan masyarakat yang masih minim terhadap Stunting.
Kasus Stunting di Konkep meningkat pesat, karena diketahui tahun 2020 kasus Stunting hanya 89 kasus. Akan tetapi, kurangnya perhatian serta tidak pahamnya para Kepala Desa (Kades) sehingga di tahun 2021 kasus ini meningkat menjadi 239 kasus. Sementara kita ketahui bersama bahwa Peraturan Bupati (Perbup) penanganan Stunting telah ada dari tahun sebelumnya.
Pemerintah Daerah (Pemda) Konkep dibawah kepimpinan H. Amrullah dan Andi Muh Lutfi terus berupaya agar penurunan angka stunting di Konkep turun hingga 14 persen. Sesuai yang dikatakan Menteri Kesehatan RI bahwa Pemerintah menargetkan pravelensi Stunting di tahun 2021 sebesar 24,4 persen. Maka untuk mencapai terget tersebut diperlukan penurunan 2,7 persen di setiap tahunnya.
Olehnya itu, Kepala Dinas (Kadis) Kesehatan Konkep H. Sastro melalui Kepala Bidang (Kabid) Kesehatan Masyarakat (Kesmas) Bisman mengatakan, sasaran untuk menurunkan angka Stunting adalah ibu hamil, ibu menyusui, anak baru lahir, kemudian calon pengantin dan remaja putri. Akan tetapi, di Konkep tidak masuk kategori tersebut, yang masuk dalam kategori Stunting dan sasaran utama itu adalah anak atau baby nol bulan sampai 24 bulan.
“Pertahun 2020 kemarin kasus Stunting di Konkep mencapai 89, meningkat tajam tahun 2021, hasil pendataan per Desember 239 kasus,” kata Bisman (8/3).
Pihaknya juga telah memaparan saat melakukan rapat koordinasi lintas sektor yang Tim Perceparan Penanganan Stynting (TPPS) untuk wilayah Konkep bahwa pengukuran per Januari tahun 2022 adalah 239 kasus.
“Ini bisa dikatakan dari tahun 2021 hingga 2022 peningkatan angkat Stunting hingga 200 persen. Sehingga harapan kami dengan adanya kasus ini kita harus greget melihat fenomena, sehingga semua lintas sektor terkait terlibat aktif dalam penurunan angka kasus ini,” harapnya.
Lanjut Bisman, dikwatirkan dengan meningkatnya kasus Stunting di Konkep, akan berdampak berjalannya Kejadian Luar Biasa (KLB) dan ini bisa berjalan karena adanya kasus-kasus lain seperti penyakit bawaan.
“Kami dari Kabupaten tetap meningkatkan kapasitas petugas kami, yaitu petugas gizi dengan lintas program di Bidang Kesmas berupa melakukan penguatan agar lintas program yang berada di Kabupaten maupun Puskesmas tetap singkron dalam menjalankan tugas mereka, bahwa bagaimana melakukan percepatan ketika ada kasus maupun belum ada kasus. Mereka harus tetap aktif terpadu dalam turun ke lapangan memberikan informasi ke lintas sektor lain, tingkat kecamatan, dan desa,” jelasnya.
Lebih jauh Bisman mengatakan bahwa dari pihak Dinkes hanya melakukan intervensi langsung ketika mendapatkan kasus tersebut.
“Artinya ketika desa tidak mampu, kami dari Puskesmas atau Dinkes terjun langsung. Berarti dengan kata lain ada juga di pembiayaan seperti pembelian susu dan yang lainnya,” terang Bisman.
Dinkes Konkep juga sudah berupaya semaksimal mungkin untuk menurunkan angka kasus stunting di Konkep, terbukti di tahun 2019 dinkes telah melakukan pembiayaan seperti perbelanjaan susu. Namun itu dinilai tidak seberapa karena ada bantuan khusus dari Kementerian Kesehatan yang didistribusikan melalui Puskesmas.
Sebelumnya, pada rapat di Badan Perencanaan Pembangunan, Penelitian dan Pengembangan Daerah (Bapedda) bersama dinas terkait seperti Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) serta Organisa Perangkat Daerah (OPD) lainnya ditegaskan pada semua Kades dan Lurah agar penanganan Stunting tertuang ke dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDesa).
“Pihak desa juga tidak bisa melakukan perbelanjaan jika tidak tertuang di APBDS nya, atau dalam RKPDS nya, karena setiap Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa (RPJMD), setiap desa itu ada peningkatan kesejahteraan dan kesehatan masyarakat,” kata Bisman.
Pada tahun 2022, Dinkes Konkep telah bekerja sama dengan lintas sektor terkaitnya lainnya dan telah menetapkan Lokasi Khusus (Lokus) yang terdiri dari 23 Desa.
“Yang menentukan Lokus bukan dari kami tetapi dari pusat, mereka mengevaluasi data yang kami kirim melalui aplikasi elektronikbPencatatan dan Pelaporan Gizi Berbasis masyarakat (e-PPGBM), sehingga kami di pantau di pusat. Maka dari pemantauan tersebut, pusat menentukan Lokus di 23 titik desa yang berada di Konkep,” papar Bisman.
Terpisah, Kepala Puskesmas Langara Irpan menerangkan, pencegahan Stunting mulai dari remaja putri, dilakukan intervensi agar diberikan tablet penambah darah sehingga tidak anemia, begitu pun prosedurnya juga, ibu hamil, ibu menyusui dan pada saat lahir anak. Pihak atau tim TPPS mengintervensi agar diberikan ASI eksklusif sampai enam bulan, setelah itu diberikan makanan pendamping yang sesuai dengan umurnya dan jenisnya, karena status gizi mempengaruhi dua hal yaitu penyakit infeksi dan asupan anak di bawah umur dua tahun.
“Memang stunting penanganannya harus melibatkan semua lintas sektor. Kami juga dari pihak Puskesmas terlebih dahulu berkoordinasi kepada Kades dan kami telah menyampaikan data-datanya ke setiaan Kades. Jadi setiap Pemerintah Desa (Pemdes) mengetahui warganya secara langsung. Bahkan penderita kasus Stunting beruntung seperti Desa Kawa-kawali karena di setiap Posyandu diadakan dan dikasih Pemberian Makanan Tambahan (PMT),” ungkap Irpan.
Selain itu, pihaknya juga mengkhawatirkan karena desa terkadang belum paham untuk kegiatan mereka seperti penanganan Stunting. Bahkan kegiatannya Posyandu hanya membuatkan makanan bubur kacang ijo.
“Untuk kasus Stunting per Desember di tahun 2021, Puskesmas Langara sesuai data yang kami terima sebanyak 191 kasus, padahal desa sudah dianggarkan untuk penanganan Stunting, tetapi terkadang teman-teman Kades tidak memahami,” ungkapnya.
Lebih jelas, se Kabupaten Konkep terutama wilayah kerja Puskesmas Langara, yaitu Kecamatan Wawonii Barat, bahwa petugas gizi sudah memberikan data-data kepada masing-masing Kades serta memberikan informasi bahwa masyarakatnya yang terdapampak Stunting dapat diberikan intervensi khusus.
“Memang dari kemarin-kemarin belum ada koordinasi dari pihak kades ke masyarakat dan memang pada dasarnya belum paham dengan penanganan Stunting seperti apa dan bagaimana,” tambah Irpan.
Tahun 2021, Puskesmas Langara telah melakukan inovasi untuk menurunkan angka Stunting, yaitu lebih keedukasinya karena diketahui masalah ini terdapat di asupan.
“Jadi untuk Puskesmas Langara, kita di tahun 2021 hingga sampai tahun 2022 belum ada inovasi terbaru dan kami hanya melakukan edukasi,” ungkapnya.
“Harapan kami di Puskesmas Langara, dari pihak teman-teman Kades ada perhatian untuk penanganan Stunting. Karena mereka (Kades) juga dianggarankan untuk penanganan Stunting dan ini menjadi perhatian mereka, sehingga ke depannya bisa dipahami dan berkolaborasi, karena kita ketahui bahwa Puskesmas hanya melakukan edukasi terhadap masyarakat, dan yang bisa mengintervensi itu adalah Kades itu sendiri,” pukas Irpan.
Menungkatnya kasus Stunting yang terjadi juga menjadi perhatian serius Direktur Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Konkep dr. Ulam Frisland. Menurutnya, Stunting merupakan masalah kesehatan yang harusnya bukan sekedar dititik beratkan ke Puskesmas. Sebagai provider layanan kesehatan, kata dr. Ulam, ada baiknya di tingkat desa pun ikut andil dalam mendorong penanganan Stunting.
“Dengan melakukan pendataan secara akurat ke warganya, dan melakukan edukasi serta memotivasi warganya utntuk memperhatikan, dan mau mengontrol kondisi gizi dari anak-anak di bawah 5 tahun,” kata dr. Ulam.
“Maka dari itu, pihak terkait seperti Dinkes, Puskesmas, BKKBN, Bapedda, Dinsos, Capil, Ketapang dan desa harus selaras dan singkron untuk menurunkan angka Stunting di Konkep, sesuai visi dan misi Bupati dan Wakil Bupati Konkep dua periode yaitu meningkatkan Sumber Daya Manusia (SDM), dan memberikan pelayanan kesehatan gratis,” imbaunya.
Sementara itu, Kades Kawa-kawali Kacamatan Wawonii Barat, Ganifo menyatakan kesiapan dan keseriusan dalam penanganan kasus Stunting. Mengingat di desanya termasuk salah satu angka tertinggi yang terdampak yaitu sebanyak 12 kasus dari jumlah warga keseluruhan 247 jiwa.
“Kalau respon kami dari pemerintah Desa Kawa-kawali sangat serius dalam penanganan kasus Stunting, hanya kendalanya kami di dana yang sangat minim,” ungkapnya.(***)